Ketika Azan Subuh Berkumandang

azan subuh

Pagi masih begitu pekat saat azan subuh Berkumandang. Dingin menyambut kulit Farhan saat ia mengerjapkan mata karena dibangunkan Ibu dan menyibak selimut hangatnya dengan paksa.

“Bangun, Nak! Sudah azan!” perintah ibunya. Sebuah titah yang tentu saja tidak boleh dibantah.

Padahal aku masih ingin tidur dan selimutan lagi, gerutu Farhan dalam hati.

Dirinya begitu kesal, karena kedua sepupupunya yang sedang menginap beberapa hari karena mudik lebaran ini tidak pernah disuruh bangun bergegas sepagi ini. Mereka bebas bangun jam berapapun yang mereka mau. Sedangkan dirinya selalu saja diganggu.

Read More

Bahkan pernah, ketika Farhan sedang asik mimpi bertemu idolanya Ronaldo harus pupus karena teriakan ibunya. Farhan pun melipat wajah, merajuk sepanjang hari.

Namun kata ibu, solat subuh adalah simbol kekuatan. Siapa saja yang mampu bangun, menegakkan solat subuh tepat waktu itu adalah seorang pemenang. Apalagi jika dia itu laki-laki.

“Lelaki wajib solat di masjid, Nak. Apalagi jika solat isya dan subuhnya terjaga selalu dilakukan di masjid, maka ia adalah lelaki terkuat di dunia!” ujar ibunya.

Farhan hanya bisa menyimak menahan kantuk sambil merapikan sarungnya bersiap pergi ke masjid.

“Tapi Bu, kenapa kakak dan abang gak solat? Jangankan ke masjid pas azan subuh kayak gini, di rumah saja enggak!” protes Farhan.

“Dalam hal ibadah, jangan suka bercermin dengan orang yang lebih buruk, Nak. Lagi pula tanggung jawab ibu adalah kamu. Adapun mereka, itu tanggung jawab orangtuanya. Kau lihat sendiri, ibu juga tidak pernah lupa untuk mengingatkan mereka. Namun lihatlah, hanya kamu yang bisa bukan? Kamu hebat, Nak! Sudahlah, sana pergi ke masjid! Di sana kamu akan bertemu dengan orang-orang hebat sepertimu,” ucap bu Marni. Tangannya lembut mengusap ubun-ubun anak semata wayangnya itu.

Ada tangis yang selalu ia sembunyikan dalam hatinya. Berharap keadaan bisa kembali seperti dulu; saat ia masih tinggal di lingkungan yang dipenuhi oleh orang-orang yang taat beribadah. Di sini, ia merasa harus berjuang keras untuk menegakkan agama terutama membiasakan ibadah pada anaknya yang masih berusia sebelas tahun. 

Dulu, ketika ekonomi keluarga masih baik, mereka tinggal di komplek perumahan dengan kebiasaan masyarakat yang luar biasa. Subuh hari, masjid penuh dengan laki-laki, tidak terkecuali anak-anak kecil yang sedang dilatih untuk menjadi ahli surga.

Namun hidup selalu berputar. Allah pun memberikan ujian-Nya sebagai bentuk kasih sayang kepada hamba-Nya. Qodarullah rumah di komplek harus dilepaskan dan kini Farhan pindah ke perkampungan di mana ayahnya tinggal.

Perkampungan ini besar, sudah ramai bahkan. Warung-warung berjejer. Pusat kota pun cukup dekat. Sudah cukup maju dan berkembang. Hanya saja masjid-masjid terlihat ramai hanya saat Ramadan saja.

Azan Berkumandang, bersahutan setiap masuk waktu salat. Namun lihatlah, kita bisa menghitung berapa saf jamaah yang ikut salat di sana.

“Mungkin saja pada sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, Bu. Kan ada yang harus berdagang, belanja ke pasar subuh mungkin,” ujar ayah mengingatkan agar tidak mudah berburuk sangka.

“Iya, yang penting anak kita ini jangan sampai berhenti ke masjid hanya karena tidak menemukan teman sebayanya di sana,” ujar bu Marni disusul angggukan sang suami tanda setuju.

Sepeninggalan dua lelaki ke masjid, bu Marni tidak berhenti menghela napas panjang berkali-kali.

Dua anak muda masih tertidur pulas susah sekali dibangunkan. Ketika dipanggil namanya dan diminta untuk segera solat subuh, keduanya kompak menarik selimut kembali.

“Ya Allah, berikan hidayah kepada kedua anak ini. Lunakkan hatinya. Ringankan langkah mereka untuk memenuhi panggilan-Mu,” ucap bu Marni.

Kemudian ia melangkah ke mihrabnya. Menunaikan dua rakaat diikuti dengan serangkaian doa terbaik yang tidak pernah berhenti dipanjatkannya.

“Ibu ingin Farhan makin soleh dan jadi Hafiz Quran. Ibu tidak akan pernah berhenti meminta itu kepada Allah,” ucap bu Marni hampir setiap hari ketika anaknya bersiap pergi ke sekolah.

Farhan pun tersenyum, “doakan sama ibu, biar Farhan gak males ngapalinnya ya!”

Pagi mulai turun. Sinar mentari membuka hari. Selalu ada harapan baru setiap pagi selepas azan subuh berkumandang. Untuk para pejuang subuh yang insyaalah Allah kasihi.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *