
Dalam penyelenggaraan pemerintahan, etika dan integritas kepemimpinan menjadi salah satu fokus penting di tengah-tengah komitmen, dalam menjunjung tinggi nilai-nilai etika berbanding dengan kepentingan pribadi atau golongan.
Etika dan integritas tidak dapat dipisahkan. Kepemimpinan tanpa etika dan integritas akan membawa organisasi dalam bahaya yang serius. Keputusan seorang pimpinan akan memberikan pengaruh besar pada suatu organisasi. Jika seorang pemimpin memiliki cara berpikir dan bertindak bijaksana itu akan mempengaruhi seluruh bagian di dalam organisasi, dan membawa organisasi menjadi lebih baik. Begitupun sebaliknya.
Sebagai contoh, praktik Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN) dalam penyelenggaraan pemerintahan. Perilaku tersebut merupakan pelanggaran terhadap hak sosial ekonomi masyarakat, menggerogoti kesejahteraan dan demokrasi, merusak aturan hukum dan menghambat pembangunan. Kerusakan yang dilakukan dengan KKN jauh lebih merusak dibandingkan dengan berperang menggunakan senjata. Artinya serangan secara moral, serangan terhadap integritas, itu yang akan merusak suatu bangsa.
Indonesia memiliki skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) dengan skor 34 di tahun 2023. Skor tersebut sama dengan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia di tahun 2022.Jika dibandingkan dengan skor di Asia Tenggara, Indonesia ada di urutan nomor 5.
Stagnasi tersebut memperlihatkan lambatnya respon terhadap praktik korupsi yang terus memburuk akibat minimnya keberpihakan dari para pemangku kepentingan. Kecenderungan abai pada pemberantasan korupsi semakin nyata. Hal itu dimulai dengan pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), perubahan Undang-undang Mahkamah Konstitusi (MK), serta abainya pemerintah terhadap berbagai praktik konflik kepentingan. Menjadi warning untuk bangsa Indonesia, bahwa indonesia belum aman dari penyimpangan etika dan integritas. Ini akan berdampak pada seluruh komponen bangsa khususnya dilingkungan birokrasi pemerintahan. Kecenderungan krisis etika dan integritas bervariasi sehingga membentuk sebuah ketidakpercayaan publik kepada birokrasi.
Reformasi birokrasi merupakan pilar penentu keberhasilan tercapainya Visi Indonesia Maju. Untuk itu pemerintah berkomitmen untuk memperkuat dan mempercepat reformasi birokrasi di seluruh instansi pemerintah, di antaranya melalui upaya menciptakan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM). Integritas lembaga maupun aparat harus dijaga dan ditegakkan sebagai formula untuk mencegah terjadinya korupsi yang sangat merugikan negara, karena mengakibatkan melambatnya pertumbuhan ekonomi, menurunnya daya saing dan investasi, meningkatnya kemiskinan dan ketimpangan pendapatan.
Etika merupakan norma dasar yang sangat berpengaruh pada pembentukan karakter bangsa, sedangkan integritas ialah konsistensi dari hati, pikiran, perkataan dan tindakan kita. Disinilah tantangan besar bagi pemerintah Indonesia untuk menguatkan etika dan integritas birokrasi untuk memberantas korupsi hingga ke akarnya.
Dalam dunia pemerintahan, etika dan integritas memegang peranan sentral yang sangat penting dalam membentuk citra pemerintah yang positif dan memberikan layanan publik yang unggul bagi masyarakat. Etika dalam kepemimpinan pemerintahan merujuk pada seperangkat standar moral dan perilaku yang harus dipegang teguh oleh para pemimpin dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab mereka. Standar ini meliputi nilai-nilai seperti transparansi, akuntabilitas, keadilan, dan dedikasi pada kepentingan masyarakat yang melebihi kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Dengan memprioritaskan etika dan integritas dalam kepemimpinannya, pemerintah dapat membangun kepercayaan dan dukungan masyarakat, yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas layanan publik yang disediakan. Pemimpin akan lebih dapat menghadapi tantangan dan mengambil keputusan yang bermanfaat bagi kepentingan seluruh masyarakat, tanpa adanya benturan kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
Menerapkan etika dan integritas dalam kepemimpinan pemerintahan bisa langsung meningkatkan kualitas layanan publik. Ketika pengambilan keputusan dan pelaksanaan program pemerintah dilakukan dengan transparan, masyarakat memiliki kesempatan untuk mengawasi dan memberikan masukan, sehingga memungkinkan perbaikan yang berkelanjutan. Selain itu, adanya akuntabilitas memastikan bahwa para pemimpin bertanggung jawab atas tindakan mereka, yang pada akhirnya mendorong mereka untuk bekerja lebih efisien dan efektif. Jika pemimpin berintegritas, maka mereka akan menghindari praktek korupsi dan nepotisme yang bisa merugikan masyarakat dan merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah. Dengan adanya etika, integritas, transparansi, dan akuntabilitas, pemerintah bisa memberikan pelayanan yang lebih baik dan dapat diandalkan bagi masyarakat.
Namun, penerapan etika dan integritas dalam kepemimpinan pemerintahan tidak selalu mudah. Ada tantangan yang harus dihadapi, seperti tekanan politik dan keuangan, serta beragam kepentingan dan harapan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, diperlukan komitmen yang kuat dari para pemimpin untuk mempertahankan nilai-nilai ini dalam setiap aspek tugas pemerintahan. Kualitas layanan publik yang lebih baik hanya dapat dicapai jika para pemimpin pemerintahan berusaha secara konsisten untuk menegakkan etika dan integritas sebagai prinsip utama dalam kepemimpinannya
Dengan terus mendorong dan menguatkan nilai-nilai etika dan integritas dalam kepemimpinannya, pemerintah dapat memperkuat hubungan dengan masyarakat, meningkatkan partisipasi, dan meraih kemajuan bersama untuk mencapai kesejahteraan dan keadilan sosial.