Dunia anak memang beda. Penuh imajinasi, kreasi, dan suka cita. Dunianya selalu menarik untuk diperhatikan, disimak, dipelajari dan dimaknai untuk menjadi pelajaran bagi orang-orang berusia dewasa untuk terus belajar menjadi lebih dewasa, seperti saya tentunya.
Ini pengalaman saya ketika sedang asik mengamati anak-anak bermain dari satu sisi. Sebab sisi lain ada guru lain yang juga mengawasi aktivitas anak-anak selama jam istirahat.
Wira-wiri anak kecil berlarian bermain gembira di area bermain TK IT Mutiara Embun Pagi tertangkap retina. Senang, riang, gembira bahagia tanpa beban.
Mereka menikmati jam istirahat yang pada kenyataannya hanya ganti tempat main. Sebab di jam aktivitas kelas pun mereka bermain di sentra dengan bimbingan guru. Kini semuanya bermain bebas bersama teman di halaman.
Saya duduk di kursi, mengamati dua anak perempuan yang sedang memungut daun petai yang gugur tertiup angin. Daun itu berasal dari pohon petai yang tumbuh di luar benteng sekolah.
Daun-daun itu dipungutnya lantas dimasukkan ke sebuah tempat yang menurut saya kecil pula. Mereka menggunakan lego, sebagai wadah.
Kenapa tidak menggunakan wadah yang besar sekalian?
Saya pun mendekati mereka.
“Lagi apa, Teteh?”
Anak perempuan yang bernama Asti menjawab, “lagi ambilin daun kering!”
Tangan kecilnya terus memungut daun petai kering itu dengan sabar.
Ribet ih. Kecil gitu dipungutin! pikir saya.
Lalu saya merasa penasaran, “buat apa emang daunnya?” tanya saya.
“Buat pesta! jawab Cherika yang sejak tadi menemani Asti memungut daun.
“Wah, pesta gimana? Bu Guru gak paham,” jawab saya jujur.
Kemudian Asti dan Cherika memeragakan apa yang mereka maksudkan pesta. Daun-daun yang dipungutnya ditaburkan ke udara sehingga turun kembali seperti hujan pernik-pernik mirip dengan yang terjadi di pesta.
Saya pun berdecak kagum. Sungguh imajinasinya begitu sempurna.
Tanpa sadar, seketika saya pun merasa bahagia ketika daun-daun itu bertaburan mengenai kerudung dan baju gamis saya.
Ya Allah sebahagia ini.
Belum selesai asik menikmati aktivitas Asti dan Cherika, tiba-tiba suara sesuatu dipukul keras memekakkan telinga.
Dok! Dak! Dok! Dak!”
“Suara apa itu ya?” gumam saya, seraya berjalan mencari asal suara.
Langkah saya terhenti, melihat sekumpulan anak laki-laki dengan aksi lincah, naik ke permainan berbentuk rumah.
Sekejap merasa khawatir mereka terjatuh. Dengan lincahnya mereka naik turun ke atap bangunan bukan pada jalannya (ada jalan masuk dan keluar yang berbentuk tangga dan pintu).
Hampir saja lisan ini mengeluarkan kata larangan dengan suara yang lantang. Karena khawatir anak terjatuh dari ketinggian. Namun beruntung urung diucapkan, ketika terdengar suara teriakan kecil salah seorang anak yang berada di dalam bangunan rumah.
“Lebih keras lagi, masih belum betul atapnya!” katanya dengan nada dan suara yang menggemaskan.
Anak ini bernama Albioni, biasa dipanggil “Bio”. Anak paling kecil di kelompok A. Usianya paling bungsu. Tingkahnya memang selalu membuat gemas.
Kemudian dua orang yang ada di atas atap mengeraskan pukulannya.
“Dok! Dak! Dok! Dak! Dok! Dok! Dok!”
Suaranya semakin keras terdengar karena saya berada lebih dekat dengan sumber suara. Akan tetapi kali ini suara bising itu berubah menjadi suara yang sangat indah. Karena apa yang saya lihat telah mengubah mindset saya. Bising menjadi dering indah yang saya nikmati sendiri.
Saya amati lamat-lamat. Ternyata anak-anak lelaki ini sedang bermain peran menjadi tukang bangunan.
“Aku gergaji dulu ya…!” ujar Arfan yang sejak tadi ada di atap rumah.
“Okay, aku pukul pakunya lagi!” jawab Meishach yang sejak tadi sama-sama berada di atap rumah.
Mereka begitu menghayati peran. Bergerak lincah dan tanpa rasa takut. Saya yakin, itu semua adalah hasil dari pengamatan mereka terhadap apa yang dilakukan oleh orang-orang di sekelilingnya.
Seketika pikiran saya melayang. Ingat kepada perkataan salah satu pemateri parenting bahwa anak adalah peniru ulung. Benar saja hari ini saya melihat jelas, apa yang dilakukan anak-anak itu sangat nyata.
Di depan saya benar, hanya anak-anak yang sedang bermain. Entah itu Asti dan Cherika yang sedang menyiapkan pesta. Atau Albioni dkk yang sedang memperbaiki bangunan.
Namun mata dan telinga saya membimbing perasaan dan memori saya bahwa di depan saya adalah para ahli penyelenggara pesta dan para ahli bangunan yang sedang bekerja sama-sama.
Albioni dengan pengamatannya, Meishach dengan teknik menggergaji, dan Fadli yang memastikan atap kokoh dengan paku-paku.
Ah, anak-anak memang berbeda. Imajinasi mereka berhasil mengajak saja berimajinasi pula.
Hari ini saya telah belajar banyak hal. Semakin sadar bahwa ketika saya bersama mereka, bukan mereka yang sedang belajar kepada saya. Melainkan justru saya yang sedang diajari mereka tentang segala sesuatu.
Kesabaran, keseriusan, pemahaman, penghayatan, kerja sama dan lain sebagainya. Termasuk ketulusan mereka dalam hal saling memaafkan.
Terima kasih ya, Nak. Kalian luar biasa. Semoga ibu dan para ibu di luar sana semakin sadar bahwa tidak ada hal yang lepas dari pengamatan kalian. Kalian adalah peniru ulung. Sehingga apa yang kami katakan dan lakukan akan menjadi contoh yang kalian tiru dengan segenap hati dan jiwa kalian.
Terima kasih atas pelajaran hari ini. Semoga besok kita bisa bermain bersama lagi.
+ There are no comments
Add yours