Ancaman besar mengintai perempuan kini. Seakan tidak ada lagi tempat aman dan nyaman tanpa ancaman yang membahayakan. Ketika di luar, begal payudara berkeliaran. Saat di rumah, di sekolah, di tempat kerja, di pesantren sekalipun, pelecahan, pencabulan, pemerkosaan, dan tindakan KDRT oleh suami dan keluarga sendiri seolah sudah menjadi hal biasa lagi.
Dulu, kasus-kasus seperti itu hanya ditemukan sebagai sebuah insiden langka. Pelaku dianggap sebagai orang yang betul-betul gila dan berani melakukan hal terkutuk itu. Namun apa yang terjadi sekarang? Kasusnya malah semakin marak. Apa yang diperbuat pelaku seolah benar-benar tanpa perhitungan dan pertimbangan. Enteng saja, “oke lah, lakukan saja, kenapa mesti takut?” mungkin seperti itu pikirannya.
Ironisnya, kasus-kasus tersebut malah justru banyak dilakukan oleh orang-orang dekat. Ayah kandung, ayah tiri, kakak, sepupu, teman sekolah atau sepermainan. Ngerinya, anak-anak lelaki bau kencur pun sudah berani melakukannya kepada anak perempuan yang usianya lebih kecil di bawah usianya yang baru-baru ini terjadi di Mojokerto Sabtu (07/01/2023) lalu. Meniru siapa? Inisiatif dari mana? Motivasinya apa? Membingungkan.
Sekali lagi, ancaman besar mengintai perempuan kini. Maraknya kasus pelecehan sampai rudapaksa yang dilakukan oleh orang-orang biadab ini membuat kaum perempuan semakin kehilangan kepercayaan. Seorang ibu yang memiliki anak gadis, selaiknya tidak lagi terlalu percaya kepada laki-laki yang berinteraksi dengan anaknya. Karena siapapun nyatanya bisa saja terbujuk rayuan setan untuk melakukan tindakan tercela tersebut. Kepolosan dan kebaikan perempuan sering disalah artikan oleh mereka yang berniat jahat.
Para perempuan semakin merasa terancam. Apalagi mereka yang memang mendapatkan ujian hidup menjadi sebagai korban tindakan. Masa depan mereka pupus, hancur berantakan. Psikologinya terganggu, trauma berat pasti tidak mudah untuk dipulihkan. Bagai makan buah si malakama, hidup segan mati tak mau.
Siapakah yang harus dipersalahkan di sini? Apakah masalah didikan dalam keluarga sehingga banyak orang melalukan hal tersebut tanpa ragu?
Banyak contoh kasus, yang menyatakan anak berprilaku menyimpang karena kurang didikan dan teladan yang buruk dalam keluarga. Ada juga yang justru ia memiliki trauma berat karena pernah menjadi korban di dalam keluarga pada masa lalunya.
Namun jika ditelaah lagi dari beberapa kasus yang terjadi. Para pelaku memang bukan hanya orang-orang yang dianggap sebagai preman atau berandalan. Orang alim sekalipun nyatanya tidak jarang menjadi pelaku yang lebih membahayakan. Berkedok kebaikan dan keseharian yang terlihat baik-baik saja ternyata malah memakan korban yang jauh lebih banyak.
Kiai di pondok pesantren yang menghamili belasan santrinya. Guru ngaji di madrasah yang mencabuli muridnya. Kepala sekolah di sekolah menengah pertama yang malah melakukan pelecehan kepada siswi yang melaporkan tindak pencabulan dan meminta perlindungan kepadanya. Oknum aparat kepolisian. Paman sendiri. Ayah tiri bahkan ayah kandung sendiri. Jika sudah begitu maka siapa lagi yang bisa benar-benar dipercayai?
Krisis moral semakin menjadi. Lelaki kini seolah tidak lagi memiliki akal sehat. Naluri binatangnya mendominasi. Hanya para lelaki yang sanggup mempertahankan keimanan dan rasa takut terhadap Tuhannya lah yang masih bertahan dengan ketulusan dan kasih sayangnya menghormati kaum perempuan.
Mereka yang tahu batas dan aturan norma baik norma susila, adat maupun agama lah yang masih mampu menjaga marwah perempuan sebagai sesama mahluk yang juga harus dihargai dan dimuliakan terlebih mereka pun terlahir dari rahim seorang perempuan.
Namun jangan pernah lengah! Sampai kapanpun setan tidak akan pernah menyerah untuk terus menggoda mereka menuruti hawa nafsu mereka. Di mana pun tetaplah waspada.
Kaum perempuan kini harus pandai jaga diri agar tidak mudah diganggu. Harus pandai jaga sikap, agar tidak menjadi pemicu tindakan kejahatan. Harus cerdas dan kreatif agar tidak hanya dipandang cantik dan segi fisik melainkan memiliki power karena pengetahuan dan kecerdasan dan tidak takut untuk menyuarakan kebenaran. Perempuan jangan murahan, agar tidak dianggap barang yang bisa dimanfaatkan.
Namun bagaimana jika ancaman-ancaman itu sudah tidak lagi bisa dikendalikan? Apa boleh buat, ini adalah tugas bersama untuk membenahi moral bangsa.
Pemerintah dan siapapun yang berwenang seharusnya bisa memberikan hukum yang tepat dan sesuai untuk menimbulkan efek jera. Jangan sampai kasus pemerkosaan malah berakhir damai seperti yang terjadi di Brebes lalu karena ditangani oleh LSM bukan oleh pihak yang berwajib.
Jangan sampai anak-anak berprilaku biadab malah bebas hukuman dengan alasan mereka masih di bawah umur. Ayolah, buat hukuman dan efek jera yang setimpal. Sepetinya para ahli hukum bisa memilihkan tindakan yang lebih tepat. Kasihan para korban. Mereka trauma berat, pelaku pun harus dididik dan dibuat trauma dan tidak mau lagi berbuat hal serupa.
Akan tetapi nyatanya bukan hanya tentang hukuman yang harus diberlakukan seadil-adilnya. Faktor lain di luar itu disinyalir menjadi pemicunya. Salah satu di antaranya adalah tontonan aurat dan adegan asusila yang semakin gampang diakses. Bahkan tidak bisa dipungkiri para perempuan sendiri lah yang menjadi pemicunya. Mempertontonkan aurat, memancing hasrat. Ayolah, para perempuan mari saling menjaga sesama kaumnya.
Lembaga sensor kini seakan sudah tidak lagi peduli dengan moral bangsa. Tayangan konten senonoh tetap dibiarkan tayang. Film dengan adegan-adegan yang dulu dianggap tabu, kini sudah semakin berani ditayangkan bahkan diperankan oleh aktor-aktor kenamaan yang selama ini banyak diidolakan masyarakat Indonesia sebagai pemeran yang bersih dari cela.
Adegan ciuman dan hubungan biologis yang tidak layak tayang malah semakin berani dipertontonkan. Para pelaku sensor, sepertinya merasa cukup dengan melabeli film oleh tulisan 18+.
Faktor berikutnya adalah gengsi masyarakat Indonesia yang semakin tinggi. Para suami yang diusir istri karena dianggap tidak mampu menafkahi, biaya nikah yang tinggi karena mertua tidak mau menikahkan putrinya kepada yang tidak dapat membawakannya kemewahan. Faktor ekonomi menjadi salah satu pemicu yang akhirnya banyak lelaki frustrasi dan mencari pelampiasan diri.
Belum lagi, miras dan obat-obatan terlarang, keduanya adalah candu yang dimanfaatkan setan untuk menyesatkan otak dan perilaku manusia. Mereka hilang akal dan putus urat malunya sehingga tidak lagi merasa ragu dan takut untuk melakukan aksi bejat mereka.
Akhirnya kaum perempuan hanya bisa mengelus dada, menarik napas dalam-dalam sambil memperbanyak doa. Para orangtua semakin was-was memikirkan anak gadisnya. Harus seperti apa dan bagaimana melindungi mereka?
Hanya satu tempat kembali semua. Mari sama-sama berdoa kepada Yang Maha Kuasa agar Dia senantiasa melindungi kita semua dan menyadarkan mereka yang kini sedang tersesat, untuk kembali kepada keimanannya. Semoga lebih takut akan hukuman yang kelak datang dari Allah SWT. Bagaimana hukuman seseorang yang berbuat zina apalagi sampai rudapaksa.
Semoga bermanfaat. Wallahu ‘alam bissowab.
+ There are no comments
Add yours