Menjadi guru tamu di SMP Telkom Bandung adalah sebuah kebanggaan bagi saya. Meskipun sebenarnya sya dipinta mengajar, tetapi kegiatan tersebut selalu saya jadikan ajang untuk belajar. Bagaimana tidak, ketika setiap hari saya harus menjalani kegiatan saya sendiri sebagai kepala sekolah di yayasan tempat saya berkerja sedikit banyak merasakan kekurangan ilmu dan haus akan wawasan baru untuk dijadikan motivasi dan kekuatan dalam menyelesaikan amanah yang terlanjur menempel di pundak.
Datang ke SMP Telkom Bandung bukan sengaja menawarkan diri untuk menjadi guru tamu. Beruntung, di sana memiliki teman, sahabat, sekaligus para guru kehidaupan yang senantiasa membantu dan mensuport saya bahkan ketika saya menyelesaikan tugas akhir saya ketika berjuang keras untuk menyelesaikan kuliah Pasca Sarjana.
Pak Soleh, Ibu Seny, dan Pak Andar serta guru lainnya adalah bagian penting dalam penyelesaian tugas akhir saya. Saya selalu merasa harus berterima kasih kepada beliau semua tanpa bisa diungkapkan dengan kata-kata. Hanya doa yang selalu tersampaikan semoga Allah Subhanahu wa Taala selalu membalas kebaikan dengan imbalan yang setimpal.
Kepada pa Alit, kepala Sekolah yang selalu menyambut dengan baik kedatangan mahasiswa yang melakukan penelitian di sana, saya pun merasa harus banyak-banyak menyampaikan rasa terima kasih kepadanya. Terima kasih, Pak. Tabik saya sampaikan pada Bapak.
Sejak 2017 saya mengakhiri masa penelitian di sana, silaturahmi itu tidak pernah terputus. Alhamdulillah beberapa kali masih diberikan kesempatan untuk membagi ilmu kepada siswa/siswi SMP Telkom sebagai guru tamu, baik secara offline maupun online.
Ketika dihadapkan dengan ratusan siswa, ketika mengajar di progran KIPAS TS yang merupakan singkatan dari Kajian Ilmu Pendidikan Agama Islam Telkom School, ada perasaan campur aduk dalam hati saya. Antara bangga dan tanggung jawab yang besar harus saya seimbangkan. Bangga, karena saya merasa beruntung bisa mendapatkan kesempatan untuk berbicara di depan ratusan siswa cerdas dan kritis.
Sedangkan rasa tanggung jawab yang besar adalah karena saya paham betul meskipun saya boleh berbicara membawa nama saya sebagai guru tamu, sayaa pun bekewajiban untuk memberikan yang terbaik demi nama baik sekolah yang memandatkan tugas kepada saya.
Terlebih jika bahasan-bahasan yang ditugaskan adalah bahasan yang prinsip, seperti bahasna keagamaan. Jelas, saya sangat harus berhati-hati menyampaikannya. Selain karena khawatir akan menimbulkan masalah terkait khilafiyah saya pun merasa kurang mumpuni karena di sana terdapat guru-guru PAI yang wawasannya jelas jauh lebih luas soal ilmu agama.
Meskipun saya sarjana pendidikan islam, dan lulusan program Magister Pendidikan Agama Islam, tetap saja, diri ini merasa kurang pantas untuk membahas soal agama terlalu dalam.
Lantas itu pula sebenarnya alasan mengapa saya lebih senang jika dikenalkan sebagai Diantika IE saja, tanpa embel-embel gelar di belakangnya. Jika ditulis dengan gelar, S,Pd,I, maka malu lah saya dengan huruf “I” di sana. Ketika huruf “I” di belakang gelar itu identik dengan kemampuan dakwah yang hebat, saya? Ah, saya bukanlah apa-apa.
Jetika yang lain sudah mampu menjadi ustadzah dan mubalighoh dan berceramah di sana-sini, saya belajar agama hanya untuk digunakan oleh saya sendiri. Hm, kalaupun terpaksa harus mencantumkan gelar, nyatanya saya cukup merasa amanjika menggunakan dengan gelar, M.Pd., tanpa huruf “I” alhamdulillah. He he.
Oh iya, lanjutkan soal pembahasan menjadi guru tamu di SMP Telkom Bandung. Menjadi guru tamu di sekolah yang beralamat di Jalan Radio Palasari Dayeuh Kolot tersebut, sesungguhnya merupakan ajang belajar yang luar biasa bagi saya. Selain mengasah kemampuan dalam mengajar dan berbicara di depan ratusan siswa, saya juga banyak belajar dari sistem, dari kekompakan guru dan staf, dari cara pengelolaan sekolah yang baik seperti itu seperti apa.
Meskipun tidak secara langsung menyengaja mewawancarai, insting saya berkata bahwa SMP Telkom memang layak dijadikan sebagai contoh. Baik dari segi pengelolaan sekolah, pengelolaan kelas, sistem PPDB, kerja sama dengan orangtua, serta soal inovasi-inovasi pendidikan yang bisa dilakukan selama masa pandemi dewasa ini.
Saya sama sekali tidak bermaksud meniru ide, ata apapun dari SMP Telkom. Jika saya berniat, maka akan saya lakukan sejak dulu. Namun yang saya rasakan adalah, setiap pulang dari sana, selalu muncul ide baru yang terinspirasi dari penemuan yang saya dapatkan selama di sana.
Keramahan para guru, teknik menyelenggarakan acara, dan lain sebagainya. Apa yang saya lihat adalah modal dasar semangat, bahwa suatu saat sekolah tempat saya mengabdi pun harus bisa sebesar bahkan lebih besar dari kondisi SMP Telkom saat ini.
Sekolah tempat saya mengabdi adalah TK dan SD, jelas tidak bisa menyaingi jenjang SMP. Namun apa boleh buat, saya sudah merasa terlanjur jatuh cinta. Mengidolakan SMP Telkom sebagai sekolah terbaik yang pernah saya datangi. Itu saja.
+ There are no comments
Add yours