Manda harus bertahan di mobilnya berpuluh menit lamanya. Dengan peluh yang bercucuran dan perasaan campur aduk ia tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menunggu mobil di sebelahnya pergi lebih dulu. Rasa laparnya sudah lama lenyap. Tetap waspada, khawatir orang yang berada di mobil sebelah menyadari keberadaannya adalah satu-satunya hal yang bisa dilakukan.
Tangannya mencoba meraih ponsel yang tersimpan di tas dengan sangat hati-hati. Mengaktifkan mode getar, menutup cahaya ponsel dengan tangan agar tidak terlalu mencolok, lalu mengetik sebuah pesan.
“Aku mohon, datanglah dengan sangat hati-hati ke Restoran Jln. Anggrek Nomor 48. Mobilku terparkir di depannya.”
Tidak lama kemudian teleponnya bergetar. Hans menelepon dan ia menolak panggilan itu dengan segera.
“Jangan menelefon, lakukan saja apa yang aku minta!”
Berkali-kali Manda meminta maaf kepada Hans dalam hatinya. Tidak ada pilihan lain selain memaksanya untuk menyaksikan apa yang dilihatnya kini.
“Hans harus tahu,” bisik Manda.
Menit berlalu terasa begitu lambat. Hans belum juga datang. Adegan demi adegan berlangsung semakin menjijikan. Manda memejamkan mata, sama sekali tidak ingin menyaksikan semua itu. Hatinya menangis, membayangkan betapa sakitnya hati Hans lelaki yang dicintainya jika ia sampai tahu bahwa istrinya telah melakukan hal yang di luar nalar manusia normal.
Demikian cintanya Manda kepada Hans. Hingga ia merasakan sakit yang begitu dalam ketika mengetahui Hans dikhianati. Baginya tidak ada cinta yang lebih dalam selain membiarkan Hans memilih hidup yang membuatnya selama ini. Menikah dengan Yoan, perempuan yang kecantikannya jauh lebih sempurna dibandingkan dirinya. Ia rela memendam semua perasaan. Menyembunyikan rasa cemburu dan kerinduan di depan Hans lelaki yang ditemuinya setiap hari di kantor ketika kerja.
Namun ketika dirinya tahu ternyata Yoan tidak sebaik yang ia kira, maka ingin rasanya mencaci maki perempuan itu. Sungguh Yoan telah menyia-nyiakan lelaki sebaik Hans.
Yoan, apa yang terjadi pada mental? bisik hati Manda berulang kali.
Jarak dari lokasi restoran tidak begitu jauh ke tempat tinggal Hans. Seharusnya ia sudah sampai sejak tadi. Adegan menjijikan sudah berakhir. Kedua sejoli itu nampak turun dari mobil. Merapikan rambut mereka masing-masing tanpa sedikitpun kesan aneh. Mereka memasuki restoran dengan jalan beriringan tanpa sentuhan intim sama sekali. Ya, siapa saja yang melihat, mereka tetap saja dua orang perempuan yang bersahabat yang hendak membeli makan di restoran cepat saji.
“Aku sudah sampai. Lalu apa yang harus aku lakukan?”
Pesan dari Hans masuk. Manda menelan ludah. Kepalanya dihinggapi kebingungan yang luar biasa. Apa yang harus ia katakan kini kepada Hans? Yoan dan temannya sudah masuk ke resto.
Manda memutuskan untuk menelepon Hans langsung.
“Aku melihat Yoan dengan seseorang. Jika kau tidak percaya, masuklah ke resto. Aku sudah terlalu lama mengawasi mereka di sini.”
“Apa yang kau lihat? Pria mana yang berani mendekati istriku?” tanya Hans kemudian.
“Bukan pria. Tapi dia adalah …” belum tuntas Manda menjawab, Hans mematikan teleponnya.
**
Hans begitu marah ketika mendapati Yoan sedang makan satu meja dengan seorang perempuan dari kejauhan. Tangannya mengepal erat, amarahnya sudah tidak dapat dibendung lagi. Langkah kakinya bergegas, segera berbalik arah, “keterlaluan kamu, Manda!” ucapnya dengan geram.
Langkahnya semakin cepat ketika ia melihat mobil Manda mulai meninggalkan tempat parkir tadi. Hans tancap gas berniat memberikan perhitungan kepada perempuan itu.
Jarak mobil Hans dengan mobil Manda hanya beberapa meter saja. Namun sepertinya Manda tidak menyadari bahwa Hans mengikutinya. Hans berusaha untuk tetap menjaga jarak. Menyelesaikan masalah serius dan memberi perhitungan kepada Manda tidak mungkin melakukannya di jalanan. Hans harus mengikuti Manda sampai ke rumahnya.
Inci demi inci jalan dilalui. Bayangan tentang pembicaraan antara Hans dan Manda saat dirinya mengantar Manda pulang bak tayangan film yang tidak kunjung berhenti. Tidak dapat dipungkiri bahwa ia menyukai kejadian itu. Hati kecil Hans diam-diam menyimpan nama Manda. Gadis yang disukainya sejak dulu tetapi terkurung dalam status persahabatan. Hans terlalu takut mengatakan perasaannya kepada Manda. Lagi pula pesona Yoan terlalu kuat. Ia pun tidak dapat memilih antara cinta dan persahabatan. Demi persahabatannya dengan Manda dan cintanya kepada Yoan, maka ia memilih untuk tetap bersahabat dengan Manda dan menjadikan Yoan sebagai istri.
Namun lihatlah, sahabat macam apa Manda ini? Ia tega memfitnah istrinya sendiri. Apakah Manda ingin kehidupan rumah tangganya hancur? Sepicik itukah hati Manda demi untuk mendapatkan perhatian dari dirinya?
“Aku telah kehilangan simpati kepadamu, Manda. Tunggu aku akan membuat perhitungan denganmu!” gumam Hans.
**
“Apa yang sebenarnya kamu inginkan, Manda? Katakana saja!” ucap Hans dingin ketika Manda baru saja akan membuka kunci rumahnya.
Manda menahan napas cukup lama ketika ia menyadari Hans mengikutinya sampai ke rumah.
“Aku yang seharusnya bertanya, apa yang kau inginkan sampai kau mengikutiku ke sini?” tanya Manda datar. Tubuhnya Tetap membelakangi Hans. Sungguh ia tidak ingin ini terjadi. Bukankah seharusnya Hans mengurus istrinya malam ini?
“Jangan berlagak bodoh, Manda! Jawab sekarang! Apa yang sebenarnya kau inginkan sampai kau tega memfitnah istriku? Senekat itukah kamu demi untuk mendapatkan cintaku, hah?” ucap Hans dengan suara yang lebih mengerikan di telinga Manda.
Hati Manda begitu teriris. Sama sekali dirinya tidak membayangkan mengapa Hans sampai berpikiran seperti itu? Dirinya memang mencintai lelaki itu. Namun bukan berarti ia bisa melakukan perbuatan tidak terpuji seperti itu.
Cinta memang tidak selalu bisa dimiliki. Manda sangat meyakini itu. Dan dirinya sudah begitu pasrah jika cintanya harus bertepuk sebelah tangan selamanya.
“Hans, tidak ada tidak satupun yang aku inginkan kecuali hanya ingin kamu bahagia. Tidak dikhianati oleh perempuan manapun,” jawabnya sambil berlalu meninggalkan Hans yang masih berdiri di halaman rumahnya.
“Manda, tuduhan itu tidak terbukti. Dan aku tidak akan pernah memaafkanmu. Jangankan perasaan, bertegur sapa pun aku tidak akan pernah mau, Manda. Dengarkan ini, Manda! Malam ini adalah malam terakhir kau melihatku. Malam ini waktuku sudah kau buang sia-sia. Aku kira, setelah kau memintaku bantuan untuk mobilmu, kau tidak perlu menipuku untuk bergegas datang melihat apa yang kau tuduhkan. Istriku tidak selingkuh! Dia tidak dengan pria manapun!”
Manda berdiri sambil menangis di belakang pintu mendengarkan ocehan lelaki yang dicintainya.
“Aku tidak akan mengganggumu lagi, Hans. Aku akan pergi dari hidupmu selamanya,” ucap Manda lirih dalam tangisan tanpa suara.
Tidak lama kemudian terdengar deru mobil Hans menjauh dari rumahnya.
**
Hans memarkir Mobilnya di halaman. Ia tidak menemukan tanda-tanda bahwa istrinya sudah pulang. Perbuatan Manda yang memintanya datang ketika mendapati Yoan dengan seorang perempuan terus berputar di kepala.
Ia baru menyadari bahwa mungkin seharusnya tadi ia bertanya lebih jauh, mengapa Manda sampai menganggap kedekatan Yoan dengan perempuan itu begitu penting. Manda bukanlah perempuan yang gegabah. Pasti dia memiliki alasan yang kuat.
Kepala Hans begitu sakit. Ia menjatuhkan dirinya ke atas tempat tidur. Memejamkan mata yang enggan terpejam. Yoan belum juga pulang, ini sudah terlalu biasa.
Biasa?
Mengapa kebiasaan ini malah dianggapnya terlalu biasa? Bukankah merupakan tanggung jawabnya mengawasi istri sesibuk apapun dirinya? Mata Hans yang mulai mengantuk kembali membulat.
“Aku harus tahu, dia diantar pulang oleh siapa,” gumam Hans. Sebuah kekuatan besar seperti terlambat datang. Tanggung jawabnya sebagai seorang suami baru saja muncul. Ketika Yoan pulang larut malam, ia harus tahu apakah ada pria lain mengantarkannya pulang?
Hans mengendap-endap ke arah pepohonan rimbun yang ada di ujung taman rumahnya. Pohon itu ada di dekat jalan dimana ia akan bebas mengawasi orang yang datang. Dirinya tidak akan puas jika hanya menyimak dari kamera pengintai. Hans ingin mendekatinya langsung dengan mata kepalanya sendiri.
Sebuah mobil mendekat ke halaman rumahnya yang megah. Seorang perempuan berperawakan tinggi turun dari pintu kemudi, lalu membukakan pintu dengan ramah untuk Yoan. Yoan tersenyum manja, lantas mereka saling berpelukan begitu erat. Perempuan itu mengecup pipi Yoan dan melingkarkan tangannya ke pinggang Yoan. Sebuah adegan yang tidak perlu dilakukan oleh dua perempuan yang katanya bersahabat.
Yoan lalu pamit, dan meminta agar perempuan itu berhati-hati ketika pulang. Perempuan itu tampak begitu berat meninggalkan Yoan.
“Aku akan sangat merindukanmu, Sayang. Terima kasih atas malam ini. Aku pastikan besok kita akan melakukannya lagi,” ucap perempuan itu.
Yoan mencubit pinggang teman perempuannya dan menimbulkan teriakan kecil perempuan itu. Yoan meletakkan jari telunjuknya di bibir perempuan itu, lalu memberikannya kode, bahwa ia harus segera pergi.
Perempuan itu masuk kembali ke mobilnya, lalu meninggalkan rumah Hans. Sementara Yoan mengendap-endap memasuki rumah dengan sangat hati-hati.
Seketika hati Hans terasa begitu perih ketika ia mendapati bahwa jawaban dari semua pertanyaannya adalah sesuatu yang mengejutkan. Hal ganjil yang selama ini hanya ia dengar dari berita atau informasi selentingan saja. Sebuah penyimpangan yang sama sekali tidak dibenarkan oleh norma apapun.
**
Setelah menenangkan diri, dengan tubuh yang lunglai Hans masuk kembali ke rumahnya. Ada tangis yang tidak bisa ditangiskan, ada kecewa yang tidak bisa diungkapkan, ada kata-kata makian dan berjuta tanya yang tidak bisa diucapkan. Pun termasuk ketika Yoan menyapanya dengan manja dan mencium pipinya ketika melihat Hans masih berdiri di depan pintu.
“Sayang? Kamu habis dari mana?”
Hans tersenyum tipis tanpa memberikan jawaban apapun. Lalu ia pergi ke kamarnya yang sunyi. Kamar terpisah dari kamar Yoan seperti biasanya.
“Manda, kamu benar. Maafkan aku,” bisiknya lirih. Air mata kelelakiannya pecah tanpa bisa ditahan. Hans menangis tanpa suara di kamarnya yang sunyi. Perih terlampau perih. Meskipun seorang lelaki, ia tidak bisa membendung tangisannya. Tangisan kekalahan karena telah ditipu oleh seorang perempuan yang selama ini menjadi istrinya, dan tangisan penyesalan bahwa ia sudah menyia-nyiakan Manda seseorang yang selalu peduli selama ini.
**
Sepekan lamanya Hans tidak masuk kerja, Ia cuti untuk memulihkan tubuhnya yang sempat sakit karena tidak berselera makan berhari-hari. Selama itu pula ia mengurus berkas gugatan perceraian dengan Yoan. Yoan telah memberikan kejujuran, bahwa ia tidak memiliki perasaan cinta layaknya seorang istri kepada suaminya. Bagaikan taburan garam di lukanya yang belum juga mengering.
Yoan telah memilih jalan hidupnya. Jalan hidup yang selamanya akan dikutuk oleh Hans.
“Aku tidak akan pernah memaafkanmu, Yoan. Bukan hanya karena kamu telah mengkhianatiku sebagai suamimu. Namun kau telah terang-terangan menyalahi kodratmu sebagai manusia. Aku mungkin tidak akan pernah mau berbicara denganmu dan orang-orang sejenismu. Pergilah yang jauh, Yoan. Semoga Tuhan memberikanmu ampun jika suatu saat kau bertobat untuk kembali ke jalan yang lurus. Jika tidak, aku harap Tuhan akan menghukummu seberat-beratnya,” ucap Hans kepada Yoan yang pergi meninggalkan rumah dengan membawa kopernya.
**
Hari kedelapan Hans kembali ke kantornya. Secercah harapan dikantonginya. Mungkin ada sesuatu yang bisa dimulai dengan Manda. Kehidupan yang jauh lebih baik dan tentu saja normal. Manda adalah perempuan yang setia kepadanya meskipun mereka tidak memiliki hubungan apapun. Tidak satupun pria yang terlihat dekat dengan Manda selama ini.
Namun apa yang didapati oleh Hans? Manda sudah tidak bekerja lagi di kantornya.
“Hans, aku pergi. Jangan pernah mencariku. Kau telah menentukan pilihan dengan tidak mempercayaiku. Maka biarkan aku pergi menjauh dari kehidupanmu. bukankah tidak ada yang lebih menyakitkan daripada orang yang kau cintai tidak mempercayaimu lagi?”
Hans mendekap rasa sesalnya yang dalam. Manda telah pergi jauh ke Belanda dan tidak akan menemuinya lagi.
**
Jangan lupa baca bab sebelumnya ya… Terima kasih.
+ There are no comments
Add yours