
Di tengah mosaik keberagaman Indonesia, hidup berdampingan bukan sekadar pilihan, melainkan kebutuhan mutlak. Perbedaan suku, agama, budaya, dan pandangan hidup adalah realitas yang tak terhindarkan. Namun, kerap kali perbedaan ini disikapi dengan prasangka, ketakutan, bahkan konflik. Di sinilah toleransi hadir sebagai fondasi utama untuk menciptakan harmoni. Ramadan, bulan suci yang penuh makna, menjadi momentum strategis untuk merefleksikan kembali nilai-nilai kemanusiaan yang mengajarkan kita untuk tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang bersama dalam perbedaan.
Ramadan: Sekolah Empati dan Pengendalian Diri
Puasa Ramadan mengajarkan manusia untuk merasakan lapar dan dahaga, mengasah kepekaan terhadap penderitaan orang lain. Dalam kondisi fisik yang terbatas, kita justru dilatih untuk mengendalikan emosi, menghindari ucapan kasar, serta membuka ruang dialog yang lebih bijak. Nilai-nilai ini selaras dengan prinsip hidup berdampingan yang menuntut kesabaran dan pengertian. Saat seseorang menahan diri dari menyakiti orang lain—baik secara fisik maupun verbal—ia sedang mempraktikkan toleransi dalam bentuk paling konkret.
Selain itu, Ramadan mendorong umat Muslim untuk memperbanyak sedekah dan membantu sesama tanpa memandang latar belakang. Inisiatif seperti buka puasa bersama (bukber) lintas agama atau pembagian sembako kepada non-Muslim adalah contoh nyata bagaimana semangat Ramadan bisa menjadi jembatan persaudaraan. Kegiatan semacam ini tidak hanya memupuk rasa saling percaya, tetapi juga mengikis stereotip yang selama ini menjadi sumber ketegangan.
Merajut Silaturahmi Lintas Batas
Indonesia memiliki banyak contoh inspiratif tentang praktik hidup berdampingan selama Ramadan. Di Flores, umat Katolik kerap membantu menyiapkan hidangan berbuka untuk tetangga Muslim. Di
Bali, tradisi megibung (makan bersama dalam satu wadah) menjadi simbol persatuan antara Muslim dan Hindu. Bahkan di kota-kota besar, gereja atau vihara sering membuka tempat parkir gratis untuk jemaah tarawih. Ini membuktikan bahwa perbedaan bukan penghalang, melainkan peluang untuk saling melengkapi.
Namun, tantangan tetap ada. Radikalisme dan ujaran kebencian masih mengancam kerukunan. Di sinilah Ramadan harus dimaknai lebih dalam: sebagai bulan untuk mengingatkan bahwa kekerasan atas nama agama bertentangan dengan esensi Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Momentum ini seharusnya menjadi pengingat bahwa berpuasa bukan hanya menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga dari sikap egois dan eksklusif.
Peran Individu dan Komunitas dalam Menjaga Toleransi
Toleransi tidak bisa hanya mengandalkan kebijakan pemerintah atau kampanye simbolis. Ia harus dimulai dari kesadaran individu. Setiap orang perlu aktif membuka diri, belajar memahami perspektif kelompok lain, serta berani menolak narasi yang memecah belah. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Hujurat: 13, “Wahai manusia! Kami menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan, lalu Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.”
Komunitas juga berperan krusial. Majelis taklim, kelompok pemuda, atau organisasi masyarakat perlu menjadi ruang edukasi yang menekankan nilai-nilai inklusivitas. Kegiatan seperti diskusi antariman, kerja bakti lintas agama, atau kolaborasi sosial selama Ramadan bisa menjadi media efektif untuk memperkuat kohesi sosial.
Cindekna: Ramadan sebagai Katalisator Perdamaian
Ramadan bukan sekadar ritual tahunan, melainkan laboratorium kehidupan untuk melatih manusia menjadi agen perdamaian. Di bulan ini, kita diingatkan bahwa esensi beragama adalah membangun kebaikan universal, bukan sekadar memenuhi kewajiban individual. Mari menjadikan Ramadan sebagai momentum untuk memperkuat toleransi, merawat silaturahmi, dan mewujudkan hidup berdampingan yang lebih
bermakna. Sebab, hanya dengan cara inilah Indonesia—dengan segala keragamannya—bisa menjadi contoh nyata bahwa perbedaan adalah anugerah, bukan kutukan.
Dalam suasana Ramadan yang penuh berkah ini, marilah kita saling membuka tangan, bukan mengepalkan tinju. Karena pada akhirnya, keragaman adalah cermin keindahan Tuhan yang patut kita jaga bersama.