
Di era modern yang serba cepat ini, kemampuan berbicara di depan umum (public speaking) bukan lagi sekadar keahlian tambahan. Ia telah menjadi life skill yang penting. Sayangnya meski begitu, keterampilan ini masih jarang mendapat porsi yang layak di lembaga pendidikan formal.
Sejak jenjang dasar hingga menengah, sistem pendidikan kita cenderung lebih menekankan pada aspek kognitif seperti nilai ujian, hafalan teori, dan penguasaan materi. Sementara itu, keterampilan lunak seperti kemampuan komunikasi, negosiasi, dan penyampaian ide, yang justru sangat dibutuhkan dalam kehidupan nyata sering kali terabaikan.
Padahal, public speaking bukan hanya soal tampil di panggung besar atau berbicara di depan banyak orang. Lebih dari itu, ia adalah keterampilan menyampaikan gagasan dengan jelas, menyusun argumen dengan baik, dan menyentuh hati pendengar. Bayangkan seorang siswa yang cemerlang secara akademik, namun gagap ketika diminta berbicara dalam forum kecil. Ini adalah gambaran umum dari krisis komunikasi yang kini banyak terjadi di kalangan pelajar.
Mengapa hal ini terjadi?
Salah satu penyebabnya adalah minimnya ruang dan pendekatan pembelajaran yang memberi siswa kesempatan untuk tampil, berbicara, dan dievaluasi secara konstruktif. Bahkan untuk ekstrakurikuler sekalipun, public speaking masih kalah pamor dibandingkan kegiatan lain yang lebih populer.
Ironisnya, begitu siswa lulus, dunia nyata justru menuntut sebaliknya. Di perkuliahan, tempat kerja, hingga organisasi sosial, kemampuan menyampaikan gagasan secara efektif menjadi nilai jual utama. Tidak heran jika banyak remaja merasa ‘kaget’ atau tidak siap ketika harus tampil dan berbicara di depan orang banyak.
Sudah saatnya lembaga pendidikan memandang public speaking sebagai bagian penting dari pendidikan karakter dan kepemimpinan. Ia harus menjadi keterampilan yang dilatih sejak dini, melalui metode yang menyenangkan dan membangun keberanian. Ruang-ruang kelas seharusnya menjadi laboratorium komunikasi, bukan hanya tempat menghafal rumus dan definisi.
Memperkenalkan public speaking dalam kurikulum, membuka kelas-kelas pelatihan, hingga menjadikannya ekstrakurikuler wajib, semua adalah langkah kecil yang bisa membawa perubahan besar. Karena dunia butuh lebih banyak pemuda yang tidak hanya cerdas dalam berpikir, tapi juga berani dalam menyuarakan pikirannya.