Prabowo Subianto: Jangan Ganggu, Kalau Ogah Kerja Sama Nonton Aja di Luar

Estimated read time 4 min read
Share This:
See also  Bongkar dan Habiskan Pak Mahfud!

Prabowo Subianto
Sumber gambar: Partai Ananat Nasional

Judul di atas adalah kalimat yang  telah menarik perhatian saya. Karena pernyataan itu keluar dari  presiden terpilih 2024,  Prabowo Subianto saat berpidato di acara bimbingan teknis dan rapat koordinasi nasional pilkada Partai Amanat Nasional (PAN) di Hotel JS Luwansa, Jakarta Selatan.

Pernyataannya cukup menarik, “Bagi yang tidak ingin bergabung, tidak masalah, silakan menjadi penonton yang baik. Namun, jika tidak ingin bekerja sama, saya mohon agar tidak mengganggu. Kami ingin bekerja. Kami ingin menjaga kekayaan bangsa ini,” katanya.  Sekarang, pernyataan ini sedang menjadi viral.

Ini merupakan peringatan pertama beliau setelah keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengesahkan keterpilihanya sebagai Presiden 2024-2029. Nah.. Kepada siapa peringatan tersebut di alamatkan? Ini yang lebih  menarik.

Beberapa pengamat mengatakan, peringatan tersebut ditujukan kepada PDIP. Sepertinya bisa difahami karena sampai saat ini partai pengusung Ganjar-Mahfudz itu masih belum legowo. Buktinya belum  mengucapkan selamat atas kemenangan 02. Apalagi menyatakan keinginan untuk  bergabung ke koalisi. Padahal partai  lainnya malah ada yang bersedia bergabung, namun pemegang otoritasnya yang menolak. Yang lainnya lagi, masih ragu-ragu, padahal sebenarnya ingin bergabung.

Menanggapi perny Presiden terpilih itu, Paslon 03 di Pemilu 2024, Ganjar Pranowo merespon dengan mengatakan, “Yang di luar jangan-jangan malah membantu, karena mengingatkan yang baik, begitu ya,” kata Ganjar.

Partai Ananat Nasional
Prabowo Subianto berfoto bersama/sumber gambar: PAN

Memang setelah dinyatakan sah oleh Mahkamah Konstitusi, Prabowo seolah menginginkan pemerintahannya ke depan sepi dari “oposisi”. Dia menginginkan semua partai ikut bergandengan tangan dengan cara masuk ke pemerintahannya. Nampak dengan gerakannya yang sudah bertemu dengan Ketua Umum NasDem, Surya paloh dan juga Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar. Hampir dipastikan bahwa kedua partai pengusung pasangan AMIN itu akan segera bergabung. Dari bergabungnya beberapa partai yang awalnya merupakan rival di Pilpres, Pawabowo mewacanakan menambah jumlah kementerian dari 34 ke 41. Hal itu dilakukan untuk mengakomodir partai-partai yang datangnya “masbuk” sekaligus untuk pembenahan kementerian supaya tidak banyak tumpang tindihnya.

See also  Bongkar dan Habiskan Pak Mahfud!

Jika semua partai masuk ke dalam kabinet secara berbondong-bondong, pertanyaannya adalah: siapa yang akan bertindak sebagai penyeimbang? Selama ini, kebiasaan yang terlihat adalah ketika seseorang sudah berada dalam satu barisan, mereka cenderung terjadi sikap membisu buta dan tuli untuk mengingatkan atasannya dan mendengar kritikan dari luar.

Dengan demikian, diperlukan kehadiran partai yang berada di “pinggir” kekuasaan untuk memberikan pengingat dan mengoreksi arah negara. PDIP dan PKS mungkin merupakan pilihan yang tepat untuk menjadi oposisi karena keduanya adalah partai ideologis yang tidak memiliki representasi di partai lain.

Mengapa oposisi partai diperlukan dalam negara demokrasi? Tanpa pengawasan, demokrasi dapat merosot ke jurang kehancuran. Namun, apakah oposisi dapat sepenuhnya mengandalkan masyarakat sipil seperti para kritikus Rocky Gerung, Rafly Harun, dan sebagainya? Tidak bisa.

Mungkin niat Prabowo sebenarnya baik. Beliau ingin semua elemen bangsa bersatu. Bersatu dalam menjalankan pemerintahan. Bersatu demi kebaikan rakyat juga. Dengan bersatu, segala rencana pemerintah akan berjalan lancar. Apapun undang-undang yang hendak disahkan, akan berjalan lancar. Peraturan apa pun yang hendak dibuat, akan berjalan lancar. Proyek pembangunan apa pun, akan berjalan lancar. Semua akan berjalan lancar tanpa adanya protes dari wakil rakyat. Tanpa ada penolakan. Tanpa ada kemarahan dari siapapun. Mungkin diksi protes, demo, atau kritik akan hilang dari negeri ini. Begitulah jika semua bersatu. Bersatu dengan pemerintahan Prabowo.

Namun, apakah memungkinkan untuk menyatukan semua elemen dalam sebuah negara demokrasi? Jawabannya, tidak mungkin. Kecuali, negara ini berubah menjadi monarki seperti Arab Saudi, Brunei, atau Qatar, di mana keinginan raja menjadi peraturan yang harus diikuti tanpa protes. Namun, Indonesia bukanlah monarki, melainkan sebuah negara demokrasi di mana kedaulatan berada di tangan rakyat. Mereka yang berkuasa didasarkan pada pemilihan oleh rakyat, bukan atas kehendak seorang penguasa tunggal. Sehingga, dalam sebuah negara demokrasi, protes, kritik, dan diskusi merupakan bagian integral dari proses demokrasi itu sendiri.

See also  Calon Presiden RI Anies Baswedan Undang Perwakilan GPMP Sarapan Bareng di Hotel Papandayan

Prabowo Subianto
Prabowo Subianto (Presiden RI terpilih) berfoto bersama/Rakornas PAN/sumber gambar: PAN

‘Ala kulli hal, tidak mungkin untuk menyatukan semua elemen dalam sebuah negara. Kritik dan protes merupakan hal penting untuk mencegah pemerintah menjadi otoriter. Kritik dan  protes menunjukkan bahwa adanya kejanggalan dalam mengurus negara. Justru jika dalam situasi di mana pemerintah terlibat dalam korupsi tanpa ada kritik dan protes dari sebagian elemen bangsa, hal itu menandakan kondisi yang buruk.

Tapi yakinlah, Pak Jenderal, penyatuan bangsa akan terjadi secara alami jika pemerintah yang Anda pimpin kelak bertindak adil, menegakkan hukum tanpa pandang bulu, memberantas korupsi, tidak memanfaatkan kemiskinan untuk kepentingan politik, mendorong pendidikan yang berkualitas bagi anak bangsa, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Maka di situlah rakyat, partai politik, dan semua elemen bangsa bersatu padu untuk memberikan dukungan terbaik pada kepemimpinan Anda!

Tapi… kita lihat saja yaa sambil ngopi Arabika Manglayang. He he

Share This:
Nurdin Qusyaeri

Dosen IAI Persis Bandung, Penulis Buku Natsir Dari Persis Untuk Indonesia

Kamu Mungkin Suka

Tulisan Lainnya

+ There are no comments

Add yours