
Ilustrasi Pasangan (Sumber : Unsplash.com)
Pagi itu Rani sudah siap dengan riasan sederhana menuju sebuah pertemuan. Mengenakan tas selempang warna hitam dan juga helm warna pink, bersama motor matic barunya ia bersiap akan pergi ke suatu tempat. Dia juga sudah sarapan dan izin kepada orang tuanya.
Orang tuanya sangat baik, mereka selalu memperbolehkan dan mempersilakan Rani bermain kemanapun dan dengan siapapun. Rani adalah seorang mahasiswi yang sekaligus karyawan paruh waktu di sebuah restoran yang terletak di Majalengka.
Rani akan pergi bersama teman karib yang sangat dekat dengannya bernama Sagara. Keberadaan lelaki itu sudah dirasakan lebih dari sekadar sahabat, sebab secara gamblang satu sama lain telah mengakui bahwa mereka merasa nyaman dan tidak akan pernah saling meninggalkan.
Akan tetapi, selama ini Rani ragu akan perasaan Sagara, bagaimana tidak? Selama empat tahun berhubungan baik dengannya, Sagara tidak pernah sudi datang ke rumah. Padahal rumah Rani hanya berjarak sekitar beberapa meter dari rumah Sagara.
Jika ditanya mengenai enggannya ia menyambangi rumah Rani, ia selalu beralasan bahwa dia belum cukup siap untuk menemui keluarga Rani sebagai pasangannya. Mendengar alasan Sagara, Rani masih memaklumi itu tanpa firasat sedikitpun, sedangkan perilaku Sagara akhir-akhir ini kepada Rani menjadi sangat angkuh dan terlihat semakin sombong. Sampai suatu saat Sagara berbisik pada Rani, “Mau bagaimanapun kamu, saya yakin kamu pasti kembali pada saya.”
Bahkan banyak tetangga yang lihat setiap kali Rani dan Sagara akan bepergian, Rani lah yang akan datang ke rumah Sagara terlebih dahulu, tetangga banyak menggunjing dan memojokkan perilaku Sagara dan Rani sebagai pasangan muda-mudi yang kurang baik. Tetangga jadi mengolok-olok Rani karena dinilai sebagai perempuan yang tidak beradab, seperti norma yang ada di lingkungan, bahwa tidak baik anak perempuan terus-terusan mendatangi rumah laki-laki.
Sagara adalah seorang laki-laki yang bekerja di sebuah perusahaan ternama di Bandung, dia pulang ke kota asalnya Majalengka dalam dua minggu sekali. Seperti hari ini, Rani dan Sagara akan pergi. Kali ini Rani yang mengajak dan menentukan pilihannya, semuanya bertujuan untuk membuka pikiran Sagara.
Rani ingin mengungkapkan sesuatu yang sudah lama dipendamnya sendiri. Setibanya di tempat wisata, Rani dengan beraninya bertanya pada Sagara, “Gar, aku bukannya nuntut kamu, tapi aku boleh dong nanyain ketulusan kamu? Kita ini punya hubungan udah empat tahun, kok bisa-bisanya berjalan sejauh ini tanpa status? Kamu ngerti nggak sih kalau aku juga pengen diperlakukan kaya cewek lain?” tekan Rani pada Sagara.
Sambil menghela nafas panjang, Sagara bilang, “Aku juga sayang sama kamu, tapi ada tempat dan ada waktunya, nggak usah kayak gini lah, santai.”
Jawaban Sagara masih sama tidak meyakinkannya seperti saat komunikasi di telepon atau pesan singkat, pasti Sagara dingin, ketus, dan gak pernah balik tanya dan denger pandangan lain dari Rani. Sagara cuma merasakan bahwa dirinya akan menang dengan perasaan egois seperti itu. Sampai Rani menyadari kalau ia sudah terlalu jauh dengan Sagara. Akan tetapi Sagara sama sekali tidak menghargai Rani sedikitpun.
Rani sudah di tahap putus asa atas segala usahanya. Betapa capeknya dia saat harus berkali-kali menjemput dan membujuk Sagara ke rumahnya kalau ada masalah. Jarak rumah Sagara ke rumah Rani masih satu desa. Sagara sering dengan seenaknya minta dijemput, mentang-mentang Rani punya motor.
Pernah suatu hari Sagara merayu Rani untuk menjemputnya saat mereka ingin berangkat ke suatu tempat, “Oh, jadi kamu rela aku jalan kaki sampai ke rumah kamu? Kamu rela aku capek sampai ke rumah kamu? Bisa-bisanya ya kamu nyuruh aku jalan kaki?” Ujarnya dengan sombong. Sudah berkecamuk perasaan Rani, putus asa dan bertanya, “Dimana letak cintanya dia padaku sebenarnya?”
Suatu hari setelah rasa jenuh itu melanda. Rani sengaja dengan lama tidak menghubungi Sagara, dengan harapan Sagara akan mencari dan menghubunginya. Tapi dengan langkah pasti, Rani membuka hatinya dengan luas untuk siapa saja, karena percuma menunggu Sagara peka tergadap dirinya.
Setelah berminggu-minggu Sagara sama sekali tak mencarinya, secara kebetulan muncul sosok pria bernama Randy yang sering menawarkan tumpangan pada Rani.
Randy adalah senior Rani di kampus. Dia sudah lulus dan sedang bekerja di sebuah bank swasta yang letaknya dekat dengan kampusnya. Rani dan Randy melanjutkan obrolannya melalui gawai dan mereka saling menyadari bahwa kenyataannya setelah berkomuniasi secara intens membuat mereka telah jauh jatuh hati. Rani bahagia bukan main, dan akan bersiap meninggalkan Sagara, apalagi Randy sangat disambut baik oleh orang tua Rani.
Salah satunya adalah Pak Herman, orang tua Rani yang sangat teliti memilih pasangan untuk anaknya, apalagi khusus yang ini, karena Rani adalah anak bungsu.
Masuknya Randy ke dalam keluarga Rani sangat membawa warna. Rani sudah berkomunikasi dengan Randy cukup sering dan benar-benar meninggalkan Sagara. Tanpa Rani ketahui, sebenarnya Sagara menghubungi ayahnya beberapa kali. Sagara minta waktu untuk menyatakan perasaan dan ingin berbicara dengan Rani. Ayah Rani diminta Sagara agar meluangkan waktu dan bertemu dengannya diluar rumah, jelas saja ayah Rani berkeberatan.
Menurutnya jika Sagara benar-benar serius terhadap Rani harusnya ia berani ke rumah dan menemui orang tuanya, bukan menyatakan ingin bertemu diluar rumah segala. Akhirnya pada suatu malam Sagara ke rumah Rani lewat jendela, layaknya pencuri, dengan brutal Sagara nekat masuk melalui jendela dengan niat ingin menjelaskan sesuatu pada Rani.
Jam satu dini hari, ia mengetuk jendela sambil menelpon Rani terus menerus hingga akhirnya Rani membukakan jendela untuknya. Rani bertanya, “Kamu takut banget kenapa sih? Ayah nggak pernah minta kamu nikahin aku kok, dia cuma pengen kamu tanggung jawab sama perasaan kamu, sebagai laki-laki. Aku malu, aku capek!”
Sagara terus memohon dan berusaha meyakinkan Rani, “Aku mencintai kamu Ran, sayang sama kamu, kamu nggak boleh kayak gini. Dengerin aku! kita harus lanjutin ini semua, apa kamu nggak ingat kita ini udah empat tahun? Malam-malam gini aku bela-belain kamu dari Bandung, buat ketemu kamu. Kamu nggak hargain aku?” tatap Sagara berlinang air mata.
Rani tak bergeming dan bulat dengan keputusannya untuk meninggalkan Sagara dengan segera. “Sekarang aja mentang-mentang ada orang baru kamu ke sini, ternyata harus dengan cara begini ya supaya kamu kasih bukti, sayang sama aku? Maksa dan ngemis-gemis bilang cinta? Selama ini kamu angkuh dan ngebiarin aku ngemis perhatian sama kamu kamu kemana aja?
Apa-apa harus aku dulu yang mulai, harus aku yang ke rumah kamu? Harus aku dulu yang yang SMS pertama kali? Aku kayak gitu karena aku sayang sama kamu, tapi ingat ya! itu dulu waktu aku belum membuka mata hati dan logikaku. Ternyata setelah diresapi lebih dalam, aku nggak ngerasain cinta sama sekali dari kamu!” bentak Rani melawan.
Sagara hanya tertunduk lesu menyadari betapa dirinya tak sedikitpun memperjuangkan Rani selayaknya pria memperjuangkan pujaannya. Setelah kejadian itu, Rani kembali ditemui oleh ayahnya dan menasihatinya, “Ran, sudah ya. Hentikan semua drama ini, Ayah sudah tahu semuanya, dan Ayah sudah tahu langkahmu ke depan, pilih yang pasti-pasti saja. Asal kamu tahu, kenapa Ayah sama sekali tidak pernah melarang kamu jemput-jemput si Sagara itu? Ayah nggak pernah larang kamu mau berteman sama siapa aja, tapi untuk jadi teman hidup Ayah sama sekali nggak setuju kalau harus dia.
Sagara itu anaknya kurang sopan, sedari dulu Ayah tahu kedekatan kalian, tapi ayah mau tahu bagaimana sikapnya pada orang tua kamu yang katanya pujaannya itu. Nnyatanya setiap jumatan ayah selalu bertemu dengannya, atau bahkan papasan di jalan. Ternyata boro-boro salaman, nyapa aja nggak pernah. Jadi Ayah lebih setuju kalau kamu sama bang Randy. Dia lebih dewasa, sopan, dan pengertian.” papar ayahnya. Rani hanya mengangguk tanda memahami.
Akhirnya bang Randy dan Rani menjalin hubungan dan mereka bertunangan saat Rani menduduki semester akhir perkulihan. Rani memutuskan berhenti menjadi karyawan Restoran dan menikah setelah Rani wisuda. Pertemuan Rani dan Randy tenyata menyelamatkan Rani dari hubungan yang tidak sehat. Ia tak henti mengucap syukur dan berterima kasih pada suaminya karena telah membuatnya mengambil keputusan besar dalam hidupnya. Setelah Randy dan Rani menikah mereka pindah ke Jakarta untuk mengelola Perusahaan yang telah Randy rintis sebelum menikah dengan Rani.
Sungguh, sebuah pertemuan yang indah di waktu yang tepat.