Ruangpena.id – Aksi Muhammadiyah tarik dana dari BSI belum lama ini langsung mengejutkan banyak pihak. Sejumlah kabar miring pun turut mencuat seiring keputusan tersebut.
Kabar itu pertama kali tersiar sejak memo PP Muhammadiyah bernomor 320/I.0/A/2024 tentang Konsolidasi Dana beredar luas.
Memo tertanggal 26 Mei 2024 itu sebagai tindak lanjut dari pertemuan antara PP Muhammadiyah dan amal usahanya.
Intinya, kebijakan itu bertujuan untuk merasionalisasi dana simpanan dan pembiayaan di BSI.
Alhasil, aksi Muhammadiyah itu diteruskan dengan pengalihan ke Bank Syariah Bukopin, Bank Mega Syariah, Bank Muamalat, bank-bank syariah daerah, dan bank-bank lainnya.
Tersirat, BSI bukan satu-satunya lembaga yang bekerja sama baik dengan Muhammadiyah maupun berbagai lembaga amal usahanya.
Meski tidak disebutkan alasannya, Kontan mensinyalir kisruh itu tidak terlepas dari permintaan nama calon DPS dan komisaris di BSI.
Dirilis Kontan pada 5 Juni 2024, BSI ternyata batal menerima Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti sebagai kandidat komisaris.
Tanpa menampik isu ini, PP Muhammadiyah utamanya menyoroti konsentrasi penempatan dana yang dinilai berpengaruh pada persaingan bisnis bank syariah.
Persoalan konsentrasi penempatan dana milik Muhammadiyah itu diakui Ketua Bidang Ekonomi, Bisnis dan Industri Halal PP Muhammadiyah Anwar Abbas. Padahal, penempatan dana di bank syariah lainnya masih sangat sedikit.
“Sehingga bank-bank syariah lain tersebut tidak bisa berkompetisi dengan margin yang ditawarkan oleh BSI,” ungkap Anwar Abbas dirilis Antara, 6 Juni 2024.
Ditambahkannya, selain soal penempatan dana (funding), kesulitan bersaing juga terjadi dalam hal pembiayaan (funding).
Utamanya, ia menyebut kekhawatirannya soal persaingan di antara perbankan syariah yang tidak akan berjalan dengan sehat.
Dibalik semuanya, upaya mengurangi risiko konsentrasi (concentration risk) atas kebijakan penempatan mayoritas dana Muhammadiyah di BSI kini mendapatkan perhatian.
Muhammadiyah Kurangi Risiko Konsentrasi
Belajar dari kasus Persyarikatan Muhammadiyah, bagaimana sebenarnya gambaran umum risiko konsentrasi dalam industri keuangan?
Ibaratnya, risiko konsentrasi itu bagaikan menaruh semua telur dalam satu keranjang yang sama. Dalam industri keuangan, Anda terlalu bergantung pada satu jenis investasi dengan aset, sektor, rekanan atau wilayah geografis yang sama.
- Ketahui investasi harta abadi Anda yang tidak akan hilang, BACA DI SINI!
Nah, risikonya yaitu kerugian yang sangat signifikan jika nilai investasi tersebut menurun, dan ketidakstabilan pada portofolio investasi yang Anda lakukan.
Dalam hal ini, kebijakan Persyarikatan di atas dinilai menghindari risiko konsentrasi tinggi saat kondisi industri perbankan syariah kurang kompetitif.
Contoh lainnya, investor yang menginvestasikan semua uangnya pada satu saham yang harganya turun drastis juga akan mengalami risiko serupa.
Oleh karena itu, setidaknya ada 3 jenis mitigasi yang dapat dilakukan.
Pertama, untuk mengurangi dampak negatif dari satu faktor, sebarkan investasi pada berbagai jenis aset, sektor, rekanan dan wilayah geografis.
Kedua, tetapkan batas maksimum atas eksposur pada setiap jenis investasi yang dimiliki.
Ketiga, lakukan pemantauan secara berkala. Bahkan, bila diperlukan Anda bisa lakukan penyesuaian dan koreksi atas investasi yang sudah dipilih.
Risiko Konsentrasi atau Sinyal Lain?
Keputusan Persyarikatan untuk memindahkan dana dari BSI ke beberapa bank syariah lain tentunya salah satu bentuk mitigasi risiko konsentrasi.
Setidaknya ada 2 alasan yang kuat yang mendasari keputusan tersebut.
Pertama, Persyarikatan mengurangi risiko kerugian jika terjadi masalah di tubuh BSI atau salah satu bank di kemudian hari.
Kedua, Muhammadiyah secara jelas mendukung pertumbuhan bank syariah lainnya di Indonesia. Tujuannya yaitu untuk meningkatkan persaingan sehat di industri perbankan syariah.
Kendati demikian, kedua alasan tersebut belum menjawab dugaan sinyal dari faktor lain yang mungkin mendukung keputusan tersebut.
Misalnya, isu ketegangan antara Persyarikatan dengan BSI, ataupun tentang kepuasan pada pelayanan bank syariah terbesar di Indonesia tersebut.
Sebagai kesimpulan, meskipun relevan disebut sebagai mitigasi risiko konsentrasi, namun motivasi di baliknya perlu ditelaah lebih lanjut.
Selain itu, penting untuk memantau perkembangan dan kemampuan bank syariah lainnya saat menampung dana Muhammadiyah.
Pun demikian bagi BSI. Belum dapat disimpulkan apakah BSI layak disebut berisiko tinggi hanya berdasarkan keputusan tersebut.(*)
+ There are no comments
Add yours