
Masih menjadi misteri, siapakah wanita tua yang ditemui Dhani waktu itu? Berbagai pertanyaan yang hinggap di kepala, belum juga menemukan jawabannya. Semua cerita itu berawal dari kejadian beberapa waktu lalu.
Malam Minggu di awal Januari tahun baru ini ternyata sangat cerah, secerah hati Dhani yang sedang berbunga-bunga. Sebab akhir tahun kemarin dia berhasil menaklukkan hati Dinda kekasihnya, yang baru saja ia resmikan.
Namanya adalah Dinda, dia adalah seorang perempuan yang dekat dengannya selama tiga tahun kuliah. Baru sekarang dia berani menyatakan perasaannya. Tanpa Dhani ketahui ternyata Dinda juga menyukainya. Secara kebetulan rumah Dinda memang tidak jauh dari rumah Dhani, mereka hanya berjarak terpisah berbeda desa.
Dinda dan Dhani adalah anak dari sebuah desa. Keduanya merantau bersama-sama untuk kuliah ke Jogja. Mereka memang dekat sejak kecil, selama merantau itu, pulang dan pergi mereka selalu bersama. Tanpa mereka sadari, masing-masing dari mereka memiliki rasa yang sama, malam minggu awal tahun ini rencananya Dhani ingin mengajak Dinda main ke taman kota. Di sana ada pasar malam. Mereka ingin menghabiskan waktu berdua katanya. Karena belum pernah menyengaja mengunjungi suatu tempat setelah menjadi pasangan.
Sepulangnya mereka dari pasar malam, Dhani izin pada orang tua Dinda untuk bergegas pulang. Jarak dari tempat Dinda ke rumah Dhani cukup memakan waktu. Dhani harus melewati sawah dan hutan untuk sampai ke rumahnya. Orang tua Dinda sebenarnya khawatir karena Dhani akan mengendarai motornya sendiri, apalagi sekarang lagi marak-meraknya kasus begal di daerah itu.
Dhani sempat ditawari bermalam saja oleh keluarga Dinda, tapi Dhani sudah bilang pada orang tuanya kalau dia janji akan pulang dan tidak akan menginap di tempat Dinda. Karena takut orang tuanya khawatir, akhirnya Dhani memaksa pulang tepat jam setengah sebelas malam. Di perjalanan Dhani merasakan hawa yang lebih dingin dari sebelumnya, terlebih malam ini tak ada petugas ronda yang berjaga. Biasanya lingkungan rumah Dinda akan terasa hangat saat ada petugas ronda yang jaga di pos. Anehnya malam ini tak ada pergerakan apapun.
Tiba-tiba batin Dhani menggerutu sendiri, “kayaknya aku salah nih milih pulang. Kenapa tadi aku nggak tidur aja di rumah Dinda? Kalau udah di sini aku kadung setengahnya.”
Dhani sudah melewati pemukiman dan juga sawah, sebentar lagi ia akan melalui alun-alun desa yang membuatnya agak was-was saat melintas, memang tempatnya hangat. Lampu terang benderang di setiap sudut taman, tapi entah kenapa suasannya selalu dingin dan hening.
“Semoga saja cerita horor orang sini cuma hoax,” bisiknya menenangkan diri.
Tak ada sesuatu apapun yang aneh terjadi disana. Dhani hanya bertemu seorang wanita paruh baya dengan jalan tertatih-tatih menggunakan jilbab dan payung besar. Tiba-tiba gerimis menghiasi perjumpaan mereka. Lalu Dhani berinisiatif memberinya tumpangan, “permisi nek, nenek mau kemana hujan begini? Mari, saya antar biar lebih cepat, barangkali saya bisa memberikan nenek tumpangan,” katanya.
Pikiran Dhani hanya ingin menolong, tapi tengah malam gini, orang tua jalan sendirian, mau kemana?
“Gak usah cu, nenek cuma mau ke depan sana, sebentar lagi sampai,” jawab sang nenek menolak.
Dhani masih dengan pendiriannya ingin mengajak sang nenek karena khawatir jika hujan menjadi lebih deras.
Berulang kali Dhani bertanya, berulang kali pula nenek itu menjawab dengan kata “tidak”.
Lalu Dhani memutuskan untuk meninggalkan nenek itu sendirian ditengah hujan yang kian deras, tak sedikitpun benak Dhani merasa curiga, ia tetap melanjutkan perjalanan dengan sedikit menarik tuas gas. Kehadiran sang nenek membuatnya tak berpikir apapun, malah ia senang kalau ternyata masih ada yang beraktifitas semalam ini disekitar alun-alun desa itu, dan tentu saja isi kepalanya menebas aura mistis yang sering diceritakan disana.
Setelah Dhani jauh meninggalkan sang nenek, berpuluh-puluh meter ke depan Dhani melewati hutan, kebun warga, dan sawah dengan tenang sambil bersenandung sesekali. Tak disangka, lagi-lagi dia bertemu dengan orang yang sedang beraktivitas tengah malam. Kebetulan yang ia temui adalah kerabatnya, yakni Rudi.
Kandang ayam yang jauh dari pemukiman itu sengaja dibangun di sini katanya, supaya tidak bergesekan dengan warga. Malam itu jadwalnya atur api oven untuk menghangatkan ayam-ayamnya, jadi Rudi pergi ke kandang untuk mengecek barangkali ada ayam yang bermasalah.
Dhani masuk kandang tanpa permisi, sampai Rudi kaget dibuatnya. Ia tengah membelakangi pintu, ketika Dhani tiba-tiba datang menggunakan masker dan helm.
“Ah, kukira siapa! Aku udah siap perkakas, takut-takut ada yang berniat jahat sengaja kesini,” bentak Rudi karena kaget bukan kepalang.
“Mas, serius deh. Tadi sebelum aku kesini, aku ketemu sama nenek-nenek yang jalannya pelan banget, padahal keburu hujan ya? Kuberi tumpangan gak mau katanya. Nanti kalau dia keburu lewat sini jangan lupa ajak dia ya, Mas. Kayaknya dia sungkan ikut aku. Mana pake nolak lagi, katanya dia gak perlu tumpangan karena sebentar lagi dia sampai. Gak masuk akal banget kan ya? Siapa juga yang mau berhenti di tengah sawah?”
Rudi dengan kagetnya menatap Dhani dalam-dalam. “Apaan sih Dhan? Kamu jangan bercanda ya! Pekerjaanku belum selesai ini, pulang gih sana!” hardik Rudi yang terlihat ketakutan dan memutuskan untuk pulang. Begitu juga Dhani yang tidak mengerti sama sekali atas apa yang dirasakan Rudi, karena belum juga beres-beres Rudi cepat-cepat pulang dan menyuruh Dhani untuk pulang.
Ada isyarat tidak baik dari gerak Rudi, ia dengan cepat mengunci kandang dan menghidupkan motor supra kesayangannya, ia tak mengindahkan pertanyaan Dhani mengenai kenapa ia pulang begitu tergesa-gesa.
Dhani merasakan ada hal yang tak beres di tempat itu, ia lantas bergegas menghidupkan motornya dan menjalankannya tanpa rem sedikitpun. Dhani seperti habis olahraga dan banjir keringat sampai rumah, dia lantas memikirkan kebodohannya sampai tak bisa tidur. Ia berpikir keras, jangan sampai pikiran negatifnya ternyata menjadi benar bahwa informasi warga mengenai mistisnya alun-alun desa itu benar adanya.
Dhani terjaga sampai pagi lagi, tak terasa matahari sudah meninggi hari itu. Terlihat Rudi lewat ke halaman rumah Dhani seperti biasa, Rudi memang selain beternak ayam, dia menyediakan ayam potong setiap hari, dan salah satu pelanggannya adalah tetangga Dhani. Rudi memanggil Dhani untuk segera keluar rumah, dan langsung menembaknya dengan banyak pertanyaan mengenai peristiwa tadi malam.
“Dhan, kamu itu sebenarnya ketemu siapa sih tadi malam?” desak Mas Rudi tanpa berpikir panjang.
Sambil kebingungan Dhani mengumpulkan nyalinya untuk bercerita, “aku gak lihat wajahnya jelas, Mas, tapi aku denger suaranya, dia itu nenek-nenek dan aku gak kenal, kayaknya bukan orang sini deh.”
Sambil duduk di teras rumah Dhani, Rudi menceritakan kalau banyak orang yang mengalami peristiwa seperti Dhani. Karena Mas Rudi sering berada di kandang sampai tengah malam, jadi sering sekali orang-orang bertanya padanya mengenai hal yang sama, yakni soal nenek itu. Entah siapa nenek itu, selama ini dia sering menginap di kandang ayam pun, nenek itu tak pernah lewat.
“Dhan, orang sini banyak yang bilang kalau kebun bambu yang dilalui sebelum kandang ayam gue, itu katanya ada penunggunya. Disana ada mata air,” Kata Mas Rudi menjelaskan. “Lagian abis dari mana sih? Tumben-tumbenan jam segitu baru pulang, biasanya juga kayak perawan, abis Isya langsung tidur,” sambung Rudi tanpa jeda.
Dhani belum mengucap apapun dan tidak diberi kesempatan bicara, “inget kan? Dia bilang gak perlu tumpangan karena sebentar lagi sampai? Nah itu dia, orang lain juga cerita ke gue dapet jawaban yang sama. Kalau dipikir lagi dia nggak pernah sampe ke kandang gue, jadi ya memang ke kebun bambu itu tujuannya.”
Dhani hanya menatap kosong ke arah Rudi, betapa kagetnya dia mendengar bahwa bukan dia saja yang pernah ketemu nenek berpayung itu.
“Saran aja deh ini mah, kalau malam-malam berikutnya kayak gitu. Mendingan kamu nginep aja ditempat temanmu itu ya? Daripada buat heboh lagi,” tutup Rudi menasehati.
Ingatan Dhani kembali lagi ke peristiwa tadi malam, bulu kuduknya merinding dan menyadari kalau dia berbicara dengan siapa tadi malam. Tak ada sedikit pun rasa kantuk menghinggapinya, semua cuma rasa takut dan tak habis pikir kenapa dia bisa setenang itu tadi malam. Tanpa sedikitpun rasa curiga atas tujuan nenek itu, padahal jalanan sepi itu masih sangat jauh dari perumahan warga. Tak ingin diberi tumpangan karena katanya sudah dekat, ternyata tak terbayangkan dimana rumahnya.
“Ah lagian Mas Rudi bikin keruh suasana aja, kalau aja aku gak tahu apa-apa, pasti gak kepikiran sampe sekarang. Ah sial,” kata Dhani menggerutu, dibalas reaksi bergidik dari Rudi.