
Native Speaker menjadi pembicara dalam seminar public speaking
Native speakerism adalah sebuah ideologi yang beranggapan bahwa seseorang atau lembaga yang mempelajari bahasa Inggris harus mencontoh dan mengacu pada penutur asli (native speaker). Dalam pandangan ini, native speaker dianggap lebih unggul dalam penggunaan dan pengajaran bahasa Inggris dibandingkan dengan non-native speaker (penutur non-asli).
Sebagai bahasa global, bahasa Inggris sering kali diposisikan sebagai English as a Lingua Franca (ELF), yaitu bahasa perantara yang digunakan oleh individu dengan latar belakang bahasa pertama yang berbeda. Konsep ini mendorong pemikiran bahwa belajar bahasa Inggris harus dilakukan melalui sumber asli, yaitu native speaker. Hal ini merupakan pengaruh dari negara-negara berbahasa Inggris seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Australia, yang aksennya sering dianggap sebagai standar yang lebih benar atau murni.
Dampak Native Speakerism dalam Dunia Pendidikan
Dalam dunia pendidikan bahasa, ideologi native speakerism berdampak besar terhadap kebijakan perekrutan tenaga pengajar. Banyak lembaga dan sekolah lebih memilih untuk merekrut native speaker sebagai pengajar bahasa Inggris, meskipun terdapat banyak guru non-native yang memiliki kualifikasi tinggi dan pemahaman linguistik yang mendalam.
Keputusan ini sering kali mengesampingkan profesionalisme dan kompetensi guru non-native yang sebenarnya memiliki latar belakang pedagogis yang lebih baik dibandingkan dengan beberapa native speaker. Akibatnya, banyak guru non-native mengalami kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan sebagai pengajar bahasa Inggris, meskipun mereka memiliki keterampilan mengajar yang kuat serta pemahaman metodologi pembelajaran yang matang.
Tidak hanya berdampak pada tenaga pengajar, native speakerism juga berpengaruh terhadap siswa. Banyak siswa merasa kurang percaya diri dalam menggunakan bahasa Inggris jika mereka tidak berbicara seperti native speaker. Hal ini dapat meningkatkan kecemasan dalam berbahasa dan menghambat perkembangan keterampilan komunikasi yang lebih alami dan efektif dalam konteks global. Padahal, bahasa pada dasarnya adalah alat komunikasi, bukan sekadar sekumpulan aturan yang harus sepenuhnya mengikuti standar tertentu.
Mempromosikan Kesetaraan dalam Pengajaran Bahasa
Untuk menciptakan lingkungan pembelajaran yang lebih inklusif dan adil, penting untuk mengedukasi siswa bahwa bahasa Inggris adalah alat komunikasi global yang tidak harus mengikuti standar native speaker tertentu. Seseorang yang berbicara bahasa Inggris dengan aksen atau struktur yang berbeda tetap dapat dipahami secara internasional dan akan dimaklumi karena bukan penutur asli.
Tentu saja, jika seseorang ingin berbicara seperti native speaker, diperlukan usaha lebih dalam pembelajaran. Beberapa orang bahkan berpendapat bahwa tinggal di negara asal bahasa tersebut dapat memberikan akses yang lebih besar untuk mencapai kefasihan seperti native speaker. Namun, hal ini seharusnya tidak menjadi standar wajib bagi semua pembelajar bahasa Inggris.
Selain itu, dalam dunia pendidikan, perekrutan pengajar seharusnya berfokus pada keterampilan mengajar dan pemahaman linguistik, bukan sekadar status sebagai native speaker. Di Indonesia, banyak guru non-native yang memiliki kualifikasi tinggi dan mampu mengajar bahasa Inggris secara efektif. Oleh karena itu, penilaian terhadap kemampuan berbahasa harus berdasarkan efektivitas komunikasi, bukan hanya kesesuaian dengan standar native speaker tertentu.
Native speakerism telah menjadi ideologi yang mengakar dalam dunia pendidikan bahasa Inggris, terutama dalam kebijakan perekrutan tenaga pengajar dan ekspektasi siswa dalam berbahasa. Namun, dalam era globalisasi, sudah saatnya kita mengadopsi pendekatan yang lebih inklusif.
Alih-alih menilai penguasaan bahasa Inggris berdasarkan standar native speaker, kita harus lebih menekankan pada komunikasi yang efektif dan pemahaman budaya yang luas. Dengan demikian, kita dapat menciptakan lingkungan pembelajaran yang lebih adil bagi semua pembelajar dan pengajar bahasa Inggris, terlepas dari status mereka sebagai native atau non-native speaker.