
Tentunya saat bersama pasangan kalian pernah kan menghadapi banyak permasalahan bukan? Ya, saya pun demikian. Karena pasti ada saja setiap harinya keluarga kita menemukan persoalan baik yang kecil ataupun besar. Akan tetapi ketika kita dengan pasangan berhasil memperbaiki diri dan mengoreksi dan mengevaluasi semua kesalahan yang ada pada diri masing-masing, maka keluarga pun akan tetap harmonis dan hangat.
Karena saat memilih untuk hidup berpasangan
kita harus berusaha menyatukan dua sisi kepribadian yang mungkin karakter, sifat, dan sikap sehari-harinya sangat berbeda. Apalagi saat menghadapi masalah tentu manusia tidak tidak semua sama. Meskipun pasangan atau suatu keluarga terlihat kompak tapi kita tidak tahu bagaimana cara mereka menyelesaikan persoalannya.
Berikut saya merangkum beberapa cara yang berdasarkan pengalaman pribadi saya untuk melatih emosi dan kesabaran saat menghadapi persoalan dengan pasangan.
1. Memahami masalah
Masing-masing dari kita pasti punya pendirian yang berbeda, tapi kita harus melihat dulu apakah masalah yang kita hadapi ini berpengaruh besar terhadap keberlangsungan keluarga kita. Sekiranya masalah kecil usahakan jangan berkutat dengan masalah itu dan dibesar-besarkan, karena baiknya kita menyelesaikan saat itu juga atau bahkan kita berusaha untuk saling minta maaf untuk mengakhiri semuanya. Karena dengan masalah kecil yang dihadapi berlarut-larut, hanya akan menguras energi secara perlahan.
Caranya adalah, diskusikan dengan kepala dingin apa yang harusnya kita capai atas perbedaan pendapat tersebut, setelah mengemukakan yang diinginkan masing-masing untuk selanjutnya evaluasi diri kita dengan segala bentuk negatif dan positifnya untuk menemukan jalan keluar terbaik dari persoalan itu.
2. Berpikir matang
Setelah menikah pria dan wanita harus lebih siap tapi santai menghadapi persoalan. Santai disini bukan berarti tak peduli, tapi menjadi lebih tenang untuk berpikir lebih tajam, sebab kita akan berdiri bersama dengan pasangan setiap hari dan setiap waktu, bahkan bertahun-tahun lamanya. Maka kita harus melihat dampak ke depannya seperti apa, kalau saya pribadi saya akan menghentikan percakapan jika saya sudah merasa di level tertinggi merasakan diri saya berada di situasi dengan emosi yang tak tertahankan, karena saya punya rambu bahwa saat emosi ucapan yang keluar dari mulut saya adalah kata-kata kotor diluar kendali saya, ucapan yang mungkin akan menyakiti ucapan saya, akan mengeluarkan perasaan yang ada di alam bawah sadar saya, karena saya sadar ketika saya marah diri saya tidak normal.
Saat marah-marahnya biasanya saya memilih diam, agar tidak mengeluarkan kata-kata yang tidak semestinya keluar dari mulut saya sebagai ibu dan istri.
3. Menyibukkan diri
Menyibukkan diri bisa membuat kita lebih merasa tak sempat dan terlalu jauh memikirkan hal-hal negatif tentang pasangan, Jika ada kata-kata yang berseliweran di media sosial yang kurang lebih begini, “buatlah dirimu sibuk, hingga tak ada celah untuk mengkritik orang lain.” Memang benar menurut saya, karena dengan sibuk tidak ada sedikitpun tempat di otak dan hati kita untuk menyimpan keburukan orang lain.
4. Berinteraksi dengan orang lain
Berinteraksi dengan orang lain dan tetangga adalah hal yang tidak mudah. Berinteraksi dengan orang lain selagi masih wajar sangat diperbolehkan. Yang tidak wajar adalah ketika proses interaksi itu membuat kita jauh membicarakan keburukan pasangan. Contohnya curhat kepada orang lain atas apa yang sedang kita hadapi dengan pasangan, ternyata orang lain bisa saja setelah mengetahui masalah kita, dia akan menceritakannya kepada orang-orang terdekat di keluarga kita. Celakanya jika keluarga kita dan pasangan sampai tahu maka bisa jadi potensi adanya keretakan ditengah keluarga besar, nantinya setelah kita dan pasangan kembali tenteram setelah masalah mereda, biasanya tidak dengan keluarga. Mereka akan selalu ingat kesalahan, dan terkadang mereka sulit memaafkan pasangan kita. Jangan sampai itu terjadi, karena kesalahan pasangan akan menjadi tolak ukur keluarga masing-masing dalam menghargai dan menilai pasangan kita.
5. Menulis atau merekam suara
Saat meluapkan perasaan, saya biasa menulis dan merekam suara saat saya jauh dari pasangan. Ketika pasangan saya tidak ada di rumah saya akan menuliskan atau merekam apa yang saya ucap dan meluapkan apa yang membuat saya emosi, saya akan menceritakannya dalam satu rekaman suara. Kegiatan ini pernah membuat saya batal menceritakan keburukan keluarga saya pada orang lain. Karena setelah dievaluasi kembali sepertinya hal itu belum perlu dilakukan, dan bahkan sangat tidak perlu dilakukan. Akhirnya saya merasa tenang dengan melupakan apa yang terjadi.
6. Berlapang dada menerima apa yang terjadi
Intropeksi diri dan koreksi apa saja yang salah dan diri kita sehingga membuat pasangan kita menjadi marahdan emosi. Hal-hal yang justru timbul dari kesalahan kita sendiri, yang notabene pasangannya seumur hidup. Jangan sampai permasalahan tersebut menjadi sesuatu yang membuat keadaan menjadi lebih kacau.
Kesadaran diri lebih berharga, berpikir lebih jernih akan membuat kita dan pasangan terdorong untuk mengambil langkah yang lebih positif bersama pasangan.
Semoga pengalaman saya dapat membantu dan memberikan manfaat.