
Fhoto by Muhammad Adil on Unsplash
Masuk pesantren dan mempelajari ilmu agama bukanlah untuk mengejar profesi tertentu, apalagi menjadi seorang dai kondang yang biasa diundang ke sana ke mari. Namun, ternyata masih ada yang mengira demikian. Mungkin karena image dai sendiri yang tertananm di pikiran orang atau memang pemahaman mereka yang masih terbatas sehingga bisa menyimpulkan kalau masuk pesantren adalah agar menjadi seorang penceramah agama.
Apa yang akan saya tulis berikut adalah hasil obrolan dengan anak saya beberapa hari yang lalu berdasarkan kejadian yang kami alami sendiri.
Beberapa hari yang lalu saya mengajak anak pergi ke Pasar Kemis. Pasar mingguan yang digelar setiap hari Kamis. Karena tempat tinggal jauh dari pusat kota, maka belanja di Pasar Kemis adalah pilihan tepat untuk mencari sayuran segar dan beberapa bahan masakan untuk satu pekan ke depan.
Tibalah saya dan anak saya di tukang jajanan pasar. Kebetulan hari itu anak saya sedang libur. Ketika sedang mengantre di penjual makanan, bapak penjual bertanya, “anaknya sekolah di mana?”
Saya menyebutkan tempat sekolah anak saya. Lalu bapak penjual bertanya langsung kepada anak saya, “kelas berapa?” Anak saya pun menjawab bahwa dia sedang duduk di kelas enam SD, dan bilang akan melanjutkan ke pesantren saat bapak penjualnya bertanya akan melanjutkan kemana?
Dari percakapan itulah saya mendapatkan topik bahasan menarik dengan anak tentang betapa pentingnya menuntut ilmu syar’i.
Pada awalnya, obrolan dengan bapak penjual makanan terasa sederhana saja. Namun ketika mendengar jawaban anak saya bahwa dia akan melanjutkan ke pesantren, kami dibuat gagal fokus sama pendapat bapak penjual.
“Bagus itu, masuk pesanren. Nanti bisa gampang nyari duit. Jadi dai dan penceramah kan bayarannya mahal. Sekali duduk dan menyampaikan ceramah itu bisa ratusan bahkan jutaan rupiah yang didapat,” katanya.
Saya dan anak saya saling pandang. Lalu, “oh, bukan mau jadi dai kok, Pak,” jawab saya.
“Kenapa? Kan banyak duitnya,” katanya lagi.
Tanpa bisa menanggapi lebih banyak lagi, kami berdua hanya menanggapi dengan senyuman kepada bapak penjualnya.
Sepulang dari pasar, sepanjang jalan anak saya terus bertanya, “Unda kenapa ya bapak tadi malah bilang begitu? Padahal kan kata Unda aku masuk pesantren itu biar soleh dan tahu ilmu agama. Kok bapaknya malah bilang biar bisa cari duit ya, Unda?” tanyanya polos.
Saya pun berusaha menjelaskan bahwa mungkin pengetahuan dan pendangan bapak penjualnya memang mengira bahwa masuk pesantren adalah ajang untuk mencari ilmu agar bisa berdakwah di depan banyak orang.
“Abaikan saja perkataan bapak tadi ya! Unda masukin Kakak ke pesantren beneran agar bisa banyak tahu tentang agama dan dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Biar tahu salah benar menurut Allah dan Rasul, biar bisa doakan unda sama ayah, biar bisa bimbing keluarga nanti, biar hidupnya baik-baik saja karena sudah ada di jalan yang lurus.”
“Kalau misal udah punya banyak ilmu agama memangnya boleh ceramah depan orang?” tanyanya lagi.
“Mendakwahi orang tidak perlu menyengaja tampil di depan banyak orang, Kak. Ketika sudah memiliki ilmu agama yang cukup, orang pertama yang paling harus didakwahi adalah diri kita sendiri. Kita harus terus mengingatkan diri sendiri agar tetap berada dalam jalan yang lurus. Lalu mengingatkan keluarga, jangan pernah bosan, agar tidak terjerumus ke dalam api neraka. Sama yang terpenting, ilmu yang didapatkan itu harus diamalkan. Sehingga tidak perlu susah-sudah berdakwah lewat lisan. Ketika kita mampu berprilaku sesuai tuntunan agama saja, itu sudah menjadi jalan dakwah yang luar biasa. Banyak yang senang sama kita dan lama-lama bakalan meniru perbuatan kita,” ucap saya menjelaskan apa yang terlintas di pikiran. Sambil berharap bahwa anak saya tidak akan pernah berpikir bahwa mencari ilmu agama adalah salah satu jalan untuk mendatangkan profesi sebagai dai yang dibayar karena ceramah sana-sini.
“Tapi kalau nanti keluar pesantren, aku boleh pilih profesi lain, Un?” tanyanya.
“Sangat boleh. Karena ilmu agama bukan jalan tempuh untuk mendapatkan profesi tertentu. Melainkan sebuah jalan tempuh mendapatkan keridhoan Allah untuk mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya. Kan Kakak jug audah tahu, bahwa tugas kita di dunia adalah ibadah. Nah, masuk pesantren salah satunya adalah biar kita tahu cara ibadah yang benar dan disukai Allah itu kayak gimana. Nanti diajarin pak Ustadz,” saya menjelaskan dengan sangat hati-hati berharap agar dia mengerti.
“Adapun di dunia, ilmu agama ini adalah benteng untuk melindungi kita dari hal-hal yang buruk. Kalau Kakak mau berbuat dosa, kan jadi mikir dua kali, karena Kakak tahu kalau itu perbuatan dosa. Iya, kan?”
Anak jagoanku ngangguk-ngangguk. Semoga ia paham apa yang bundanya sampaikan. Meskipun sebenarnya ingin memberikan penjelasan lebih dari itu. Namun, sudah lah. Semoga anak 12 tahun itu cukup mengerti, bahwa siapapun orangnya, apapun profesinya kini dan nanti, mendalami ilmu agama adalah hal yang penting dilakukan sebagai kewajiban.
Saya pun berdoa, semoga bapak penjual suatu hari memiliki pemikiran yang lebih terbuka tentang pentingnya belajar ilmu agama.
Wallahu alam.