
Baru-baru ini viral kasus kenakalan remaja. Sebuah penggerebegan dilakukan oleh Satpol PP kepada sejumlah remaja SMP yang diduga sengaja bolos sekolah dan berkumpul di sebuah bangunan kosong. Ternyata diketahui mereka sedang melakukan perbuatan tak senonoh. Bahkan dari video yang beredar tampak sejumlah anak laki-laki sedang bersama satu orang anak perempuan diduga akan membuat video asusila. Dikethuai kejadian tersebut terjadi di Manado, Sulawesi Utara. Namun belum jelas kapan video itu diambil.
Tampak dalam tayangan yang beredar, di sana Satpol PP menegur dengan suara keras dan bertanya, “kenapa tidak belajar?” selanjutnya petugas pun menanyakan apa yang akan dilakukan para remaja laki-laki yang berjumlah sekitar empat orang tersebut kepada remaja perempuan yang hanya sendirian.
Mengerikan. Kejadian seperti ini bukan hanya terjadi kali ini saja. Banyak kejadian serupa yang menunjukkan bahwa semakin hari mental pelajar semakin bobrok. Kemajuan teknologi dan mudahnya akses informasi membuat kita semakin dibuat ngeri oleh pemberitaan-pemberitaan tentang kehancuran moral anak-anak muda yang sejatinya akan membawa masa depan negara ini.
Bukan hanya soal perbuatan asusila. Kebobrokan mental pelajar pun termasuk pada buruknya sikap. Ada anak kelas 6 SD yang melabrak guru perempuan karena merasa cemburu dengan interaksi sang guru dengan guru laki-laki yang disukainya. Dalam hal ini kita dapat menilai bahwa etika murid terhadap guru pun sudah begitu banyak bergeser. Mana boleh murid bersikap demikian kepada guru?
Kejadian lain, seorang siswa tewas akibat dikeroyok teman karena menolak print tugas untuk kerja kelompok. Serta banyak lagi peristiwa-peristiwa yang membuat kita orang dewasa yang merasa sudah disiplin dan memiliki adab terhadap guru tidak berhenti untuk geleng kepala.
Lantas ini salah siapa? Apakah sekolah yang salah menerapkan sistem sehingga begitu mudah siswa melakukan sikap yang ‘seenak jidat’ dan tidak terkendali? Atau memang salah media sosial yang terlalu vulgar menyajikan berbagai tontonan yang mungkin bisa menginspirasi tindakan menyimpang para remaja?
Tidak bisa dipungkiri, tontonan-tontonan yang beredar luas dan begitu mudah diakses di berbagai media membuat anak-anak yang cenderung tidak memiliki benteng sikap terinspirasi. Belum lagi, banyak orang-orang sukses sebagai konten kreator membuat semuanya tergiur untuk mendulang uang lewat postingan. Akibatnya, entah pelaku atau orang yang sengaja merekam kejadian sudah tidak lagi peduli dengan istilah tabu. Tidak lagi berpikir dampak yang akan dihasilkan setelahnya. Yang penting akunnya viral dan dapat cuan.
Akhirnya tanpa ada saringan konten yang tidak senonoh, konten kekerasan dan semua yang sebenarnya sama sekali tidak mendidik melesat begitu saja. Dengan cepat mendarat di tangan-tangan mungil yang seharunya masih sibuh meraut pensil dan membubuhkan tipe-x pada tulisan mereka yang salah.
Konten-konten buruk itu memicu kenakalan remaja, yang seharusnya masih sibuk berbenah memantaskan diri untuk meraih prestasi. Berpikir bagaimana caranya memiliki nilai baik agar dapat mempersembahkan rapot terbaik kepada kedua orangtuanya. Memikirkan bagaimana caranya masuk sekolah unggulan lewat jalur prestasi yang gemilang.
Konten-konten itu melesat begitu cepat. Disimak oleh mata-mata bening yang seharusnya masih sibuk meneliti huruf demi huruf ayat al Quran atau memerhatikan inci demi inci bacaan yang ada di modul pelajaran mereka. Kini banyak yang abai. Sampai di sekolah bertemu teman yang dibahas adalah game online. Pulang sekolah bukan janjian kerja kelompok seperti zaman dulu yang sering dilakan remaja tahun 2000an ke atas. Pulang sekolah mereka janjian mabar dan di rumah sibuk dengan gadget, lupa membantu orangtua bahkan lupa pada aktivitas ibadahnya.
Anak-anak dan remaja adalah manusia yang sedang bertumbuh mencari jadti diri. Belasan tahun hidup di dunia tentunya belum banyak makan asam garam kehidupan. Mereka sangat memerlukan bimbingan dan pendidikan yang banar dari para orang dewasa dengan cara yang benar.
Peran Pemerintah
Memang, membenahi prilaku dan mengendalikan kenakalan remasa adalah tugas semua elemen bahkan semua umat manusia yang ada di dunia. Namun dalam hal ini kebujakan pemerintah dianggap memiliki peran penting untuk mengendalikan semuaanya dengan aturan dan payung hukum yang jelas dan tegas.
Pemerintah harus lebih selektif terhadap tayangan-tayangan yang tidak mendidik. Lebih perhatian terhadap kebijakan media sosial yang semakin banyak dan beragam. Diharapkan pemerintah mampu menciptakan sistem yang mengikat pada pegiat media. Serta dapat merapkan sanksi yang berat pada pelanggarnya. Karena sebaik-baiknya sistem pendidikan di sekolah dan di rumah, jika para perusak moral yang terdiri dari para konten kreator yang tidak bertanggung jawab dan atau pelaku penyebar luasnya tetap dibiarkan, maka usaha penanaman moral tidak akan pernah berhasil dilakukan pada remaja.
Peran Sekolah
Sekolah adalah partner para orangtua untuk mendidik dan mengajarkan anak-anak remaja berprilaku. Walaupun di sekolah hanya beberapa jam saja, sekolah memegang peran penting sebagai pengendali. Sekolah dituntut untuk lebih kerja keras menciptakan sistem yang lebih kuat, menerapkan aturan yang mendidik serta memberlakukan sanksi yang tepat guna mencegah dan menimbulkan efek jera.
Guru-guru yang mengajar pun dituntut untuk menjadi teladan. Mendidik dengan hati dan sikapnya, disiplin masuk ke kelas, mengawasi serta mengayomi siswa selama berada di sekolah. Bangun kedekatan yang alami selayaknya seorang guru dan muridnya. Bukan untuk merusak mereka. Jangan sampai ada guru yang melecehkan siswa, pun sebaliknya jangan sampai ada siswa yang melawan dan melakukan kekerasan kepada guru.
Peran Orangtua
Puncak tanggung jawab dari setiap anak yang terlahir ke dunia adalah ada pada pundak orangtuanya. Orangtua lah yang wajib membangun pondasi adab dan akhlak di rumah sejak dini, bahkan sejak anak-anak masih dalam kandungan. Lebih jauh lagi, sebelum para orangtuanya memutuskan untuk memilih pasangan.
Pilihlah pasangan yang berakhlak baik agar tidak menjadi teladan buruk bagi anak kelak. Suami pemabuk hanya akan menghasilkan generasi yang buruk di kemudian hari. Istri yang tidak mampu menjaga diri dan sikap tidak akan dapat mendidikan anak-anak menjadi anak yang manis dan berakhlak.
Karena itu, didikan adab, akhlak, agama, harus selesai di rumah masing-masing. Tidak perlu berharap banyak kepada sekolah karena di sekolah anak-anak hanya dalam hitungan jam bertemu dengan gurunya. Sekolah hanyalah tempat anak-anak dan remaja mendapatkan pengajaran ilmu pengetahuan, buka pusat pendidikan ahlak yang sempurna.
Sekolahkanlah anak-anak setelah ia cukup dengan kasih sayang dan didikan adab di rumah. Biarkan ia pergi ke luar setelah pondasi agamanya kokoh. Jangan salahkan orang lain ketika anak-anak kita rusak oleh dunia luar jika kita sendiri tidak membuatnya terdidik di dalam rumah sendiri.
Semoga bermanfaat.