
Ilustrasi: Estudio Bloom
Belakangan banyak muncul postingan yang membahas tentang berbuat baik sama orang. Dari mulai aksi teguran Pandawara pada orang yang gak bijak dalam membuang sampah yang viral karena malah dikatai netizen bahwa menjaga lingkungan dan kebersihannya adalah memang tugas komunitas ini.
Lalu, ada lagi cerita dari salah seorang pengguna media yang mengisahkan bahwa om nya sampai pindah rumah karena berbuat baik pada tetangga. Karena rumahnya dirusak massa, karena tidak memberi amplop THR. Awalnya om pengguna media ini punya kebiasaan baik, membantu tetangga yang kesulitan dengan membagikan sembako. Namun semakin hari para tetangga di lingkungannya malah “mewajibkan” dia untuk memberi bantuan. Alih-alih dihormati, rumah dia malah diserbu warga karena menolak membagikan uang THR saat sekumpulan anak memintanya. Kira-kira begitu kronologisnya.
Saya juga pernah. Walaupun tidak sedahsyat kebaikan para pemuda Pandawara dan si Om tadi. Ada orang yang minta batuan; pinjam uang. Karena memang saya sedang tidak ada keperluan urgen saat itu dan merasa iba juga, jadinya dikaaihlah ia. Namun ternyata beberapa kali dia datang kembali ke rumah dengan judul “kunjungan” yang sama. Satu dua kali saya dan suami masih termakan “rayuan drama” kesedihannya. Ngasih dan tidak jarang harus mengorbankan azam dan tekad dalam diri bahwa saya sekeluarga pun harus punya cadangan uang untuk keperluan urgen kami. Menabung untuk kepentingan kami yang lain.
Sampai suatu hari, ketika kami memang benar-benar sedang kehabisan uang, dia datang lagi. Dan berkata, “masa gak ada. Ini kan masih awal bulan? Bukannya suamimu baru saja gajian?” katanya. Seolah membantu dia saat kesukitan adalah kewajiban kami dan terkesan jadi kami yang salah. Padahal saat itu otak kami pun lagi berpikir keras bagaimana agar dana yang ada cukup tanpa harus menggali utang.
Sejak saat itu, saya bertekad punya gak punya uang, saya gak akan mikirin orang lain. Terutama orang itu. Kalaupun harus memberikan bantuan, tentunya saya punya takaran prioritas. Hanya orang dengan masalah yang benar-benar pentinglah yang akan dibantu. Kalau misal pinjam uang sambil nangis, lalu besoknya malah main dan piknik buat apa? Masa kita susah payah “puasa” nahan keinginan karena uang dipinjam orang, sementara orang yang pinjam malah bebas healing keliling-keliling. Kan pening!
Ah, sudah lah. Jangan sampai terulang lagi. Cukup hanya pernah. Jangan bodoh lagi.
Kalau ada uang, mending ditabung buat umroh, sedekah, pergi haji, beli mobil, renovasi rumah, dan apapun yang menjadi mimpi kita. Sungguh kita berhak mempertahankan apa yang menjadi milik kita. Apalagi jika itu hasil kerja keras banting tulang memeras keringat.