Kisah Galih dan Ratna memang selalu menarik perhatian. Kisah cinta SMA yang selalu indah sukar untuk dilupakan meskipun masa putih abu itu sudah berlalu puluhan tahun lamanya.
Semenjak Ratna mengetahui jika Galih masih mengingatnya dan diam-diam masih tetap menyimpan namanya rasa yang sudah lama ia kubur muncul kembali. Jujur saja sejak dulu dirinya tidak pernah benar-benar membuang kenangan bersama lelaki bernama Galih Purnama itu. Ingatan tentangnya masih sangat terekam jelas.
Benar saja jika perempuan adalah seorang ahli sejarah. Apa-apa yang pernah kita lewati dulu masih sangat diingatnya satu persatu. Inci demi inci jalanan yang pernah mereka lewati pun masih sarat dengan kenangan. Jika kebetulan Ratna melewati kembali jalan itu, maka dadanya akan berdebar dengan degup jantung yang sama seperti dulu ketika mereka jalan berdua menyusurinya.
Dan ketika mereka membagi kisah lama, kemudian ternyata untuk beberapa hal Galih sudah melupakannya, Ratna akan tersenyum dan menggoda Galih untuk berusaha mengingat beberapa kejadian berkesan itu.
Namun andai Galih sama sekali tidak mengingatnya, Ratna tidak menjadikan masalah besar. Baginya, Galih tetap mengingatnya saja sudah menjadi bagian dari rasa bahagianya bahkan hingga saat ini setelah mereka terpisah ruang dan waktu karena harus berpisah melanjutkan kehidupan masing-masing, mengejar cita selepas SMA.
Namun canda tawa dan saling berbagi kisah lama mereka hanya berlangsung tiga pekan saja.
Tiba-tiba Galih menghilang untuk kesekian kali. Seperti dulu dia hilang tanpa jejak. Ya, kecuali jejak yang dia ukir dalam tempat paling rahasia di dalam hati Ratna.
Kenangan itu, canda tawa itu, dan janji jika Galih akan datang menemuinya walau terpisah jarak yang membentang, takan pernah terlupakan.
“Ga, Kamu kemana? Aku rindu,” bisik Ratna.
Ratna termangu di depan layar notebooknya. Sudut matanya berembun basah. Bisa jadi itu adalah tangisan rindunya untuk Galih. Kekasih hatinya sejak duduk di bangku SMA yang kandas begitu saja karena sebuah kesalahpahaman.
Mereka mengalami cinta segi tiga. Namun Ratna tidak bisa meyakinkan kepada Galih kalau sedari dulu hatinya hanya memilih satu hati, satu pria, yaitu dia, Galih kekasih hatinya hingga sekarang.
Rentetan kalimat itu ingin sekali dituliskannya langsung di dinding facebook Galih, agar tepat sasaran pikirnya. Namun Ratna kembali menimbang-nimbang. Ia tidak mau menimbulkan masalah bagi kehidupan kekasih hatinya. Selama ini Galih memang tidak pernah berterus terang apakah ia sudah menjalin hubungan serius atau belum dengan seseorang yang mungkin sudah jadi tunangannya, atau bahkan sudah menikah. Ia tidak tahu.
Ratna harus menyimpan baik-baik keinginannya untuk mengirim pesan inbox, menyapa lewat WA, atau pesan pribadi yang lain. Ia akhirnya hanya menuliskannya saja di dinding profilnya sendiri.
Tulisan panjang itu ia jadikan sebagai status terpanjangnya, berharap orang yang dimaksud membacanya; mengetahui betapa dirinya kehilangan Galih selama ini.
Disekanya berkali-kali linangan air matanya yang tak lagi bisa ia tahan. Harus bagaimana ia menghalau rasa rindu yang kini sedang menyerangnya. Galih menghilang begitu saja. Ia pun tidak mengerti apa sebabnya. Kontak atas nama Galih semuanya masih disimpan dengan baik. Namun sama sekali Ratna tidak berani menghubungi Galih.
Selama tiga minggu lamanya, beberapa waktu lalu mereka saling berbagi cerita dan melepas kerinduan lewat media sosial. Galih belum berterus terang jika dia sudah memiliki istri atau belum. Maka dari itu Ratna ragu untuk menghubungi Galih, ia khawatir jika istri Galih mencemburuinya.
Padahal degup rindu di dadanya sudah tidak tertahankan lagi. Bagaimana tidak, sejak dulu Galih adalah kekasih terbaiknya. Satu-satunya orang yang selalu mampu mengundang gelak tawa bahagia. Hanya Galih yang mampu meredakan tangisan Ratna.
Hanya Galih yang bisa kembali menerbitkan senyuman setelah mendung menggelayut di wajah, hati dan pikiran Ratna.
**
Beberapa bulan lalu. Ratna tidak sengaja menemukan akun Galih. Menambahkan pertemanan dan akhirnya sering mengamati setiap apa yang dituliskannya. Walaupun Galih tidak sering menuliskan apa yang sedang dikerjakannya, tapi foto-foto yang diunggah bisa sedikit mengobati rindunya kepada Galih.
Sepuluh tahun lebih tidak bersua, wajah Galih tetap sama, tampan dan manis. Sepuluh tahun sejak lulus SMA senyum Galih tetap seperti itu. Tetap membuat hati Ratna bergetar ketika melihatnya.
Berbulan-bulan pula Ratna sering mengintip poto-poto Galih yang sebagian besar hanya bersama teman-teman dan keluarganya. Membuat Ratna merasa memiliki harapan jika memang Galih masih sendiri. Walaupun keyakinan itu tidak begitu ia pupuk karena mungkin saja Galih masih menyembunyikan identitas kekasihnya.
Beberapa pekan yang lalu ia memberanikan diri menyapa Galih melalui sebuah pesan. Dan Galih merespon dengan baik, sesuai harapan Ratna. Hati Ratna berbunga-bungan mendapati Galih masih mengingatnya. Bagai gayung bersambut, ternyata Ratna mendapatkan pengakuan Galih jika ternyata ia masih menyayangi Ratna seperti dulu.
Selama kurang lebih tiga pekan Ratna dan Galih memadu kasih via telepon dan media sosial. Melampiaskan rasa rindu yang telah mereka tahan selama bertahun-tahun. Hari-hari Ratna yang kelabu kini mulai dipenuhi dengan warna-warna indah. Ratna bisa tersenyum lepas sejak bangun hingga ia kembali terlelap. Galih senantiasa memberi perhatian setulus hatinya.
Ratna merasa kini kehidupannya lebih berarti. Bahkan ketika Galih berjanji akan datang ke kotanya, betapa bahagianya ia mendengar pernyataan itu. Hari-hari dilaluinya dengan penuh penantian dan harapan. Berharap Galih benar-benar menemuinya untuk melanjutkan kisah mereka yang telah lama tertunda.
Namun sudah beberapa hari ini Galih menghilang tanpa kabar. Tak ada lagi telepon masuk dari Galih. Tak ada lagi pesan-pesan dari media sosial atas nama Galih. Ratna heran sekaligus merasa penasaran. Ingin rasanya segera menelpon Galih, mencari tahu keberadaanya.
Kepalanya terus mengingat-ingat adakah perlakuan Ratna yang mungkin bisa menyakiti hati Galih sehingga ia tidak lagi menghubunginya. Ah, tetapi rasanya tidak ada. Selama ini komunikasi mereka berjalan dengan baik. Sungguh kali ini Ratna merasa kehilangan, ia begitu rindu kepada Galih.
Ratna memberanikan diri mencoba bertanya tentang kabar Galih. Ia menelpon kakak kelas yang juga sahabat Galih sejak SMA. Kebetulan nomer itu masih ia simpan dan tidak berganti sejak dulu.
Bagai tersambar petir di siang bolong, hati Ratna kaget bukan kepalang. Bagai disayat-sayat sembilu, hati Ratna perih tidak karuan. Kabar yang baru saja didapatkan membuat Ratna sama sekali tidak percaya. Ternyata Galih telah meninggal dunia dalam kecelakaan tunggal seminggu yang lalu.
Air mata Ratna meleleh lebih deras membasahi pipinya. Dadanya terasa sesak tak sanggup menahan kesedihan. Kini tak ada lagi harapan yang mampu ia bangun. Satu-satunya penumbuh semangat dan satu-satunya orang yang selalu menjadikan senyumnya tercipta di wajahnya kini telah tiada. Galih telah pergi ke haribaan-Nya.
“Galih, ternyata kamu memang bukan untukku. Tuhan lebih menyanyangimu daripada memberikan kesempatan kepadaku untuk bersama denganmu. Kini jangankan berharap bisa menjadi kekasihmu, bahkan untuk sekedar berharap bisa mendengarkan suaramu pun aku tak akan bisa. Selamat jalan Galih…”
Ratna terdiam dengan isak tangis yang masih tersisa. Langit mendung seolah ikut berduka. Awan kelabu menyelimuti, membuat kesan kedukaan yang semakin pekat di dada seorang perempuan yang baru saja patah hati. Dan bukan hanya itu, kini harapan Ratna telah patah dan hancur berkeping-keping.
+ There are no comments
Add yours