Ngonten, kini sudah menjadi fenomena yang tidak asing lagi di masyarakat +62. Mudahnya mengakses teknologi membuat orang memiliki kesempatan luas untuk menyebarluaskan informasi, mengekspresikan diri dan menyampaikan ide gagasan agar diketahui oleh banyak orang.
Tidak hanya orang yang bena-benar fokus menjadi konten creator dan influencer, kini ngonten menjadi aktivitas harian yang lumrah dilakukan oleh berbagai kalangan. Tidak terkecuali para ibu rumah tangga, petani, pedagang, driver hingga remaja dan anak-anak yang masih di bawah umur sudah pandai melakukannya.
Sejauh pengamatan yang saya lakukan sampai tulisan opini ini dibuat, begitu banyak keuntungan yang didapatkan dari kegiatan ngonten ini. Penjual menjadi lebih mudah menjual dan meyakinkan produknya kepada pembeli, orang yang memiliki karya dan keterampilan lebih mudah mengenalkan karyanya, yang memiliki bakat lebih mudah menunjukkan bakatnya tanpa terlebih dahulu melalui ajang pencarian bakat ia sudah bisa dikenal masyarakat luas dengan sendirinya.
Namun bagaikan pisau bermata dua. Lagi-lagi berlandaskan keresahan dan penemuan saya di lapangan, nyatanya di balik banyaknya keuntungan dan sisi positif dari fenomena ngonten, nyatanya sisi negative, bahaya dan kerugian yang ditimbulkan tidak kalah banyaknya. Entah itu berakibat secara langsung maupun menjadi bom waktu yang akan meledak di kemudian hari.
Hal yang dirasakan langsung misalnya saja, kerugian dalam biaya. Begitu banyak orang yang penghasilannya pas-pasan harus merogoh kantong begitu dalam demi agar tetap memiliki kuota untuk membuat konten, menonton konten dan melakukan interaksi dengan konten creator yang lain.
Kerugian yang lainnya, secara tidak disadari membuat konten bisa sangat menyita waktu sehingga seseorang berkurang produktivitas dalam menjalankan tugas pokok dan kewajibannya. Tidak jarang seorang ibu yang seharusnya fokus mengurus anak dan rumah tangga waktunya habis tersita karena merasa lebih berkewajiban untuk menyetor konten demi mengejar dollar yang belum tentu juga bisa benar-benar didapatkannya. Andai kata dapat pun hal itu belum bisa dipastikan dapat menopang keuangan keluarga. Kecuali bagi mereka yang melakukannya secara serius dengan alat dan biaya yang tentu saja tidak sedikit.
Selain kerugian yang mungkin masih bisa berdalih bahwa yang penting bisa mengatur waktu dan keuangan, ada pula kerugian yang tidak dinominalkan dan tidak pula dibandingkan dengan hal-hal lain karena kerugian ini lebih kepada hilangnya marwah seorang manusia.
Sepakat atau tidak dengan opini saya, berikut adalah kerugian besar yang ditimbulkan dari aktivitas ngonten yang tidak didasari dinding agama dan hanya bertujuan kejar ketenaran tanpa pikir panjang,
- Hilangnya marwah perempuan
Dunia perkontentan didominasi oleh kaum perempuan. Banyak sekali para ibu dan gadis remaja yang pada awalnya mereka memiliki rasa malu, tinggal di rumah aman dari pandangan nakal kaum lelaki, kini dengan ngonten ia bisa menunjukkan paras mukanya. Mempertontonkan keelokan tubuhnya kepada halayak ramai.
Perempuan yang sebelumnya terjaga, menjadi rusak marwahnya karena semakin berani berlenggak-lenggok, joget centil nan seksi, bahkan menunjukkan gerakkan erotis dan konyol sekalipun sehingga ribuan mata bisa menikmatinya.
- Hilangnya budaya malu
Bukan hanya perempuan yang kehilangan rasa malu. Bapak-bapak yang dalam keseharian tampak kalem dan berwibawa, demi konten mereka rela melakukan adegan konyol dengan harapan akan menjadi lucu dan disukai banyak penonton. Tidak jarang orang yang katanya berprofesi guru yang seharusnya menjadi profil teladan bagi siswanya malah kebablasan demi meraup keuntungan yang dijanjikan.
Padahal jelas, meskipun bukan mengatasnamakan agama, budaya malu ini hendaknya tetap terjaga. Apalagi dalam agama islam diperintahkan untuk memelihara rasa malu bahkan dikatakan malu adalah perhiasan utama kaum perempuan. Namun pada kenyataannya banyak sekali kaum perempuan yang mengumbar auratnya di media. Semakin terbuka dan terlihat imut menggemaskan maka follower semakin meningkat..
- Privasi sudah tidak ada lagi
Semua kegiatan sehari-hari menjadi konsumsi publik tanpa adanya sekat yang memang seharusnya dibatasi. Meskipun kita diperbolehkan mempublikasi sisi kehidupan, tetapi sejatinya setiap orang harus dapat menjaga hal-hal privasi yang hanya dinikmati diri sendiri dan orang-orang terdekat.
- Tugas Pendidikan semakin berat
Setiap orangtua menginginkan anak-anaknya menjadi anak baik, saleh dan salihah yang memiliki perangai baik, santun, dan pandai menjaga sikap. Namun karena terlalu banyak disuguhi tontonan konten yang unfaedah, maka usaha orangtua mendidik anak seolah sia-sia. Media sosial lebih memberikan pengaruh. Apalagi jika orangtua di rumah malah ikut mempengaruhi sikap dengan habisnya waktu dan tidak sempat mendidik anak.
- Rusaknya generasi muda
Banyak sekali konten yang tidak bermanfaat yang justru menginspirasi banyak anak muda. Ia semakin percaya diri mencari validasi. Mereka tidak malu lagi mengakui bahwa mereka sudah melakukan HB dengan sang pacar. Bahkan hamil di luar nikah seolah sudah bukan sebuah aib dan kesalahan besar. Karena di media sosial sudah begitu banyak konten yang menayangkan pengakuan-pengakuan dan penormalisasian sebuah kesalahan.
- Minimnya teladan baik bagi anak-anak
Bukan hanya orang lain, orangtuanya sendiri bahkan mengajak anak-anak bergoyang tanpa rasa malu di depan kamera. Anak-anak benar-benar kehilangan teladan baik yang seharusnya memberikan contoh baik untuk ditirunya untuk kehidupan masa depannya.
Semoga bermanfaat.
+ There are no comments
Add yours