Dini Lestari Menjadi Pemenang Lomba, Saya Merasa Bukanlah Apa-apa

Estimated read time 5 min read
Share This:
See also  Cantik Saja Tidak Cukup Untuk Menyelesaikan Persoalan Perempuan

 

Dini Lestari

“Hidup adalah sebuah perjuangan, maka jangan pernah berhenti berjuang sampai kedua mata ini memutih” (Dini Lestari).

Allah selalu Maha Baik. Memberikan takdir terbaik bagi siapapun yang dikehendaki-Nya. Seperti pertemuan saya dengan Dini Lestari seorang perempuan hebat yang berhasil mengubah pandangan saya tentang hidup hanya dalam hitungan menit.

Teh Dini Lestari, meskipun pertemuan kita sangatlah singkat, izinkan saya bercerita tentang sesuatu yang berkesan dari pertemuan kita di lokasi pengumuman lomba mengarang. Entah kenapa saya begitu ingin menuliskan ini, berharap semua orang pun tahu bahwa ada sosok luar biasa yang sangat menginspirasi.

Carita berawal dari beberapa hari yang lalu, ketika saya diundang untuk menghadiri acara pengumuman pemenang lomba mengarang tema “Jika Aku Menjadi Gubernur Jawa Barat” yang diadakan oleh DPW PKS Jawa Barat di Merona Cafe Bandung.

Acara yang berlangsung dari pukul 15:30 sampai menjelang magrib tersebut dihadiri oleh beberapa perwakilan penulis yang diundang untuk menyaksikan pengumuman secara luring. Sementara ratusan peserta yang lain yang berasal dari berbagai daerah di Jawa Barat diperbolehkan menonton dari rumah secara daring.

Saya adalah salah satu peserta yang mendapatkan undangan. Datang ke sana lebih awal. Sambil menunggu acara dimulai, saya memilih duduk di meja yang berhadapan langsung dengan lokasi acara. Tempat tersebut hanya bersekat dinding kaca. Dari tempat duduk itulah saya dapat melihat dan menyaksikan apapun yang terjadi, termasuk suasana persiapan dan geladi panitia. Ya, posisi itu boleh dibilang sangat strategis.

Tidak lama kemudian, seorang perempuan berpakaian putih datang tampak dipapah oleh salah seorang perempuan lain yang berseragam panitia. Dengan telaten panitia itu mengantar perempuan berpakaian putih yang ternyata seorang difabel untuk duduk di kursi ruang acara. Dari kejauhan saya mengamati keduanya dengan perasaan takjub.

See also  Cantik Saja Tidak Cukup Untuk Menyelesaikan Persoalan Perempuan

Pertama, saya kagum kepada seorang difabel yang datang sendirian tanpa ditemani orang lain ke sebuah acara lomba. Dalam kepala saya begitu sibuk menerka; pasti perempuan berbaju putih ini seorang pemberani. Karena meskipun memiliki keterbatasan fisik dan mengalami kesulitan berjalan, ia tetap berani datang ke sebuah acara besar sendirian. Sementara saya? Jangan ditanya! Saya datang harus diantar dua orang “pengawal” meskipun dengan alasan sambil jalan-jalan.

Kedua, saya kagum kepada tindakan panitia penyelenggara yang dengan cekatan menolong dan memberikan pelayanan terbaik kepada tamu. Perempuan berbaju putih diantar hingga ia duduk nyaman di kursi yang telah disediakan. Dari sanalah saya berkeyakinan bahwa penyelenggara adalah sebuah pasukan “baik hati” yang memiliki kepedulian yang tinggi.

Saat pengatur acara mempersilakan para penghadir agar segera berada di ruangan, saya melihat kursi di sebelah perempuan berbaju putih masih kosong. Saya pun meminta izin untuk duduk di sana. Dengan ramah ia mempersilakan saya duduk di sebelahnya. Kami pun berkenalan, ternyata namanya Dini, Dini Lestari.

Dini pun menunjukkan sebuah buku yang dibawanya. Ia bercerita, bahwa ia sudah menulis lebih dari 8 buku.

Masyaallah. Saya terkesiap. Rasanya malu sekali mendapati diri ini yang memiliki tubuh normal, sehat tanpa kekurangan apapun baru bisa nulis-nulis artikel kecil. Itupun belum tentu sebaik dan sebagus yang ditulis Dini, perempuan hebat yang duduk di sebelah.

Belum juga decak kagum saya selesai atas kehebatannya dalam menulis buku, nyatanya Allah masih memberikan saya pelajaran lain. Ternyata perempuan di sebelah saya itu adalah pemenang pertama lomba mengarang kategori bahasa Indonesia. Lagi-lagi mata saya terbelalak sambil berpikir, “apa lagi ini? Kok hebat sekali?”

See also  Lelaki Idaman Perempuan Sesuai Masa Usia

Ketika namanya dipanggil oleh panitia, ia maju ke depan disambut hangat oleh para panitia dan juri. Penonton pun bertepuk tangan dengan riuh. Pembawa acara menyatakan rasa keterkejutannya bahwa sesungguhnya mereka tidak tahu menahu bahwa sang pemenang adalah seorang difabel.

Salah satu juri berseru, “pantas saja tulisannya begitu dalam membahas tentang disabilitas. Di luar nalar, luar biasa!” katanya.

Tampak dalam pandangan mata, beberapa orang termasuk panitia terpukau seolah menahan deru napasnya. Saya yakin, mereka sama terharunya dengan saya.

Baru saja berkenalan dan duduk bersebelahan beberapa saat, tetapi jiwa saya merasa bahwa perempuan bernama Dini Lestari  ini luar biasa dekat di hati saya. Ia menjadi juara, hati saya ikut tergetar dan teramat sangat merasa bangga.

Tidak terasa mata saya semakin basah tanpa mau terlihat oleh Dini. Saya tidak sepenuhnya mengerti, entah itu hanya sebagai rasa haru dan bangga atau karena saya sendiri merasa minder dengan Dini. Selama ini, saya masih sering mengeluhkan keadaan dan tidak jarang menuruti rasa malas. Masih kurang pandai juga merawat potensi di bidang literasi.

Dini Lestari, mampu menulis banyak buku dengan keterbatasannya, sedangkan saya? Sungguh saya telah banyak sekali menyia-nyiakan keleluasaan keadaan dan nikmat sehat yang telah Allah anugerahkan begitu saja.

Waktu berlalu, pengumuman lomba pun selesai. Waktunya kami pulang ke rumah msing-masing. Alhamdulillah saya bisa menemani Dini menunggu ojeg online yang dipesannya. Melambaikan tangan sebagai tanda perpisahan hari itu dan berharap suatu hari bisa kembali bertemu. Bersyukur sebelumnya kami sempat saling bertukar nomor.

Kontak tersimpan, saya melihat pofo profil Dini adalah tangkapan layar sebuah seminar onlie. Saya penasaran, lalu saya melakukan pencarian nama di Google. Semua informasi yang berkaitan dengan Dini Lestari muncul. Untuk kesekian kalinya saya berdecak kagum. Ternyata Dini Lestari adalah seorang motivator internasional yang sudah memotivasi orang banyak di dunia. Beberapa tayangan video bahkan muncul salah satunya ketika diwawacarai oleh host Irfan Hakim dalam sebuah acara televisi.

See also  Anak Mama Harus Jadi Orang

Saya merasa terlambat mengenalnya, ternyata seorang Dini Lestari seterkenal itu. Kemana saja saya selama ini? Namun lagi-lagi, Allah selalu memiliki waktu yang tepat untuk membuat seseorang mengerti dan memetik pelajaran dalam hidup, bukan?

Saya pun menyempatkan berkunjung di media sosilanya Dini Lestari. Cobalah berkunjung seperti saya. Telaah setiap unggahannya. Lalu lihatlah, apa yang akan kalian temukan di sana? Tidak akan ada alasan lain selain terus mensyukuri hidup.

Hal luar biasa lainnya yang saya temukan adalah, ketika kami sempat berbalas pesan di whatapp ternyata Dini adalah adik angkatan saya di kampus UIN Sunan Gunung Djati Bandung, ia adalah seorang sarjana dari Manajemen Dakwah.

Terima kasih, Teh Dini. Secara tidak langsung Teh Dini sudah berhasil menginspirasi saya dan mengubah cara pandang saya terhadap kehidupan. Semoga lain hari kita bisa bertemu kembali ya. Masih sangat banyak hal yang ingin saya gali, memetik banyak pelajaran dan hikmah dari sosokmu. Terima kasih atas semuanya.

Jazakillah khoiran katsiran.

Share This:
Diantika IE https://ruangpena.id

Author, Blogger, Copy Writer, Content Writer, Ghostwriter, Trainer & Motivator.

Kamu Mungkin Suka

Tulisan Lainnya

+ There are no comments

Add yours