
Oplus_131072
Hidup ini serupa bayangan di atas air, berguncang oleh angin, buyar oleh sentuhan. Kita berlari mengejar sesuatu yang tampak nyata, hanya untuk menyadari bahwa ia hanyalah pantulan yang mudah lenyap.
Segala yang tampak megah—kedudukan, harta, sanjungan—adalah perhiasan yang akan lusuh oleh waktu. Kita meraihnya dengan tangan gemetar, menggenggamnya erat seakan ia abadi, padahal ia tak lebih dari debu yang berserak di tepian senja.
Berapa banyak manusia yang tunduk pada ilusi? Yang membungkukkan punggung pada mahkota dunia, hanya untuk menyaksikan ia runtuh dalam genggaman?
Berapa banyak hati yang meletakkan harapannya pada sesama manusia, lalu kecewa saat janji tak ditepati, saat kasih berbalik menjadi luka?
Namun, di balik gemuruh kepalsuan ini, ada satu tempat yang tak goyah. Tempat di mana segala yang lemah menemukan sandaran, tempat di mana segala yang hilang akhirnya pulang. Bersujudlah pada Yang Kekal, pada Dia yang tak terjamah oleh kefanaan.
Di hadapan-Nya, air mata bukan kelemahan, tapi doa yang tak terucapkan. Kesedihan bukan kehancuran, tapi jalan menuju cahaya. Di hadapan-Nya, sujud bukan sekadar raga yang bersimpuh, melainkan hati yang berserah tanpa ragu.
Maka, lepaskan dunia dari genggaman jika ia membuatmu lupa kepada-Nya. Biarkan ia mengalir seperti sungai yang tak pernah bisa kau simpan dalam genggam.
Sebab hanya dalam sujud yang sungguh, kau akan menemukan makna. Sebab hanya dalam bersandar kepada-Nya, kau tak akan lagi merasa rapuh.
Cinunuk, 24 Ramadhan 1446 H